Suara Bersama

Kronologis Kerusuhan Mematikan Di Bangladesh, Pendemo Tuntut PM Hasina Mundur

Kerusuhan kembali terjadi di Bangladesh, dengan ratusan ribu orang turun ke jalan untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina. Demonstrasi tersebut telah memicu bentrokan dengan kelompok pendukung pemerintah, yang mengakibatkan puluhan korban jiwa. Pengunjuk rasa berencana untuk melanjutkan aksi mereka di jalan-jalan.

Dilansir dari kantor berita Reuters pada Senin (5/8/2024), setidaknya 91 orang dilaporkan tewas. Sementara itu, AFP melaporkan jumlah korban tewas mencapai 77 orang akibat bentrokan tersebut. Surat kabar berbahasa Bengali, Prothom Alo, yang dikutip oleh Associated Press, mencatat bahwa sedikitnya 95 orang, termasuk 14 polisi, tewas dalam kekacauan ini. Channel 24 melaporkan angka korban tewas sebanyak 85 orang.

Gelombang protes di Bangladesh, yang awalnya merupakan demonstrasi mahasiswa menentang sistem kuota pegawai negeri sipil, kini telah berkembang menjadi kekerasan yang meluas dan telah merenggut banyak nyawa.

Situasi darurat ini telah menimbulkan tuntutan untuk pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina. Hasina, yang telah memimpin Bangladesh sejak 2009, berhasil memenangkan pemilihan umum keempat berturut-turut tahun ini.

Berikut adalah kronologi waktu mengenai demonstrasi mematikan di Bangladesh, sebagaimana diberitakan oleh AFP:

1 Juli
Mahasiswa membangun barikade yang menghalangi jalan dan jalur kereta api untuk menuntut reformasi sistem kuota pegawai negeri sipil. Skema kuota ini diprotes karena diduga digunakan untuk menempatkan pegawai negeri yang loyal kepada Awami League, partai politik besar pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina.

Hasina, yang berusia 76 tahun dan baru saja memenangkan pemilihan umum kelima kalinya pada Januari lalu dengan hasil pemungutan suara yang minim oposisi, menyebut para mahasiswa sebagai ‘membuang-buang waktu’.

16 Juli
Ketegangan dalam demonstrasi meningkat, memicu aksi kekerasan. Kematian pertama tercatat ketika enam orang tewas dalam bentrokan, sehari setelah kekacauan sengit meletus antara pengunjuk rasa dan massa pendukung pemerintah di Dhaka yang saling berkelahi dengan tongkat dan melempar batu.

Pemerintahan Hasina kemudian memerintahkan penutupan sekolah dan universitas secara nasional.

18 Juli
Mahasiswa menolak salam perpisahan dari Perdana Menteri Sheikh Hasina, sehari setelah Hasina meminta masyarakat untuk tetap tenang dan berjanji bahwa setiap ‘pembunuhan’ dalam aksi protes akan diproses secara hukum.

Pengunjuk rasa meneriakkan seruan ‘turunkan diktator’ dan membakar kantor pusat penyiaran negara, Bangladesh Television, serta puluhan gedung pemerintah lainnya.

Pemerintah Hasina kemudian memberlakukan pemblokiran internet.

Bentrokan yang terjadi menyebabkan setidaknya 32 orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Kekerasan terus berlanjut meskipun telah diterapkan jam malam 24 jam dan pengerahan tentara.

21 Juli
Mahkamah Agung Bangladesh, yang dianggap oleh para kritikus sebagai pengikut kebijakan pemerintahan Hasina, memutuskan bahwa penerapan kembali sistem kuota pegawai negeri sipil adalah ilegal.

Namun, keputusan tersebut tidak memenuhi semua tuntutan pengunjuk rasa, yang menginginkan penghapusan sepenuhnya dari kuota pekerjaan untuk anak-anak ‘pejuang kemerdekaan’ dari perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971 melawan Pakistan.

Saat ini, Hasina memberlakukan sistem kuota yang memberikan hingga 30 persen pekerjaan di sektor pemerintahan kepada keluarga veteran perang 1971. Kebijakan ini dianggap diskriminatif karena dianggap hanya menguntungkan anak-anak yang pro-Hasina dan merugikan anak-anak berprestasi.

Sementara itu, Bangladesh menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi, dengan hampir satu dari lima orang berusia 15-24 tahun tanpa pekerjaan dan tidak bersekolah.

4 Agustus
Ratusan ribu pengunjuk rasa kembali terlibat bentrokan dengan pendukung pemerintah pada Minggu (4/8). Peristiwa tersebut menyebabkan 77 orang tewas, termasuk 14 polisi.

Mantan kepala militer berpengaruh, Jenderal Ikbal Karim Bhuiyan, meminta pemerintah untuk menarik pasukan dari jalan-jalan dan mengutuk ‘pembunuhan yang mengerikan’.

Permintaan tersebut disampaikan setelah kepala militer saat ini, Waker-uz-Zaman, menyatakan bahwa angkatan bersenjata ‘selalu mendukung rakyat’, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Para pemimpin kampanye pembangkangan sipil nasional kemudian menyerukan pendukungnya untuk berkumpul di ibu kota Dhaka pada hari Senin untuk melakukan ‘protes terakhir’.

 

(Hni)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × 1 =