Suara Bersama

Momen Lebaran 2025, Pengusaha Hadapi Lemahnya Daya Beli Masyarakat

Jakarta, Suarabersama.com – Lebaran tahun 2025 ini terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat cenderung menahan pengeluaran dan tidak banyak berbelanja, yang membuat kalangan pengusaha harus berpikir keras untuk menjaga keberlangsungan bisnisnya di tengah tantangan ekonomi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengungkapkan bahwa momentum Ramadan dan Lebaran biasanya menjadi momen yang sangat ditunggu oleh para pengusaha. Aktivitas belanja dan mudik menjadi faktor musiman yang mendorong permintaan di sektor-sektor ritel, pariwisata, akomodasi, makanan-minuman, dan transportasi. “Mudik biasanya melibatkan ratusan juta orang dari berbagai daerah, yang memberikan efek berantai terhadap sektor-sektor tersebut,” kata Shinta dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, Senin (24/3/2025).

Namun, tahun ini, situasi berbeda. Menurut Shinta, lemahnya daya beli masyarakat menjadi penyebab utama mengapa momentum Lebaran tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh pengusaha. “Daya beli yang lemah membuat masyarakat cenderung menahan belanja mereka,” ungkapnya. Ia menjelaskan bahwa fenomena ini sudah terlihat sejak deflasi yang terjadi antara Mei hingga September 2024, yang berlanjut pada Januari dan Februari 2025. “Pada Februari 2025 tercatat 0,09% deflasi year on year dan deflasi bulanan 0,48%,” tambahnya.

Selain itu, Kementerian Perhubungan juga memprediksi penurunan jumlah pemudik tahun ini sekitar 24,33%. Meskipun begitu, Shinta mencatat beberapa data positif, seperti Indeks Keyakinan Konsumen yang masih optimistis di level 126,4 dan Indeks Kepercayaan Industri sebesar 53,15, serta Indeks PMI Manufaktur yang tercatat di angka 53,6. “Setelah lima bulan dunia usaha mengalami kontraksi, kami tetap mencermati beberapa faktor yang ada,” ujarnya.

Namun, Shinta juga menegaskan bahwa meskipun indeks manufaktur dan konsumsi masih berada di zona ekspansif, kenyataannya, sejumlah pusat perbelanjaan di daerah terlihat sepi pembeli. “Walaupun sudah ada berbagai diskon, tampaknya minat konsumen untuk berbelanja memang mengalami penurunan,” ungkapnya.

Menghadapi kondisi ini, pengusaha mulai beradaptasi dengan cara efisiensi operasional. “Banyak pelaku usaha yang mulai mengoptimalkan efisiensi dan menyesuaikan strategi agar tetap kompetitif di tengah persaingan pasar. Digitalisasi dan pemanfaatan e-commerce juga menjadi langkah adaptasi yang semakin penting,” tambah Shinta.

(HP)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

six + ten =