Suara Bersama

Yusril: Presiden Prabowo Siapkan Gelombang Baru Amnesti dan Abolisi

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan kembali memberikan amnesti, rehabilitasi, serta abolisi kepada sejumlah narapidana.

Yusril menjelaskan bahwa setelah pemerintah sebelumnya memberikan amnesti kepada 1.178 orang dan abolisi kepada satu orang, masih ada banyak pihak yang menunggu proses pengampunan negara tersebut.

“Amnesti dan abolisi nantinya diberikan kepada semua orang, baik dalam proses penyidikan, penuntutan, maupun juga pelaksanaan pidana, serta mereka yang sudah selesai menjalani pidana untuk diberikan rehabilitasi,” ujar Yusril dalam konferensi pers seusai Rapat Tingkat Menteri mengenai rencana pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi di Jakarta, Kamis.

Yusril menambahkan bahwa pemerintah telah membahas rencana pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi bagi sejumlah pihak yang memenuhi aspek kemanusiaan, keadilan, serta kebutuhan rekonsiliasi nasional dalam rapat tingkat menteri yang ia pimpin.

Rapat tersebut dihadiri berbagai perwakilan lintas kementerian dan lembaga, seperti Kemenko Polhukam, Kejaksaan Agung, Polri, BNPT, Badan Narkotika Nasional, Kementerian Hukum, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

Menurut Yusril, proses penentuan penerima pengampunan negara harus dilakukan secara hati-hati karena amnesti dan abolisi bersifat individual, bukan kolektif. Ia juga menekankan pentingnya memberikan kepastian hukum, terutama bagi mereka yang lama berstatus tersangka tanpa adanya kelanjutan proses hukum.

Dalam rapat yang sama, Kemenkumtak mengajukan empat kategori penerima amnesti, yakni pengguna narkotika, pelaku makar tanpa senjata, serta pelanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait penghinaan terhadap presiden atau kepala negara.

Kemenkum juga mengusulkan agar narapidana berkebutuhan khusus—seperti ODGJ, penyandang disabilitas intelektual, penderita sakit berat, serta lansia di atas 70 tahun—dapat memperoleh pengampunan.

Rapat tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa kebijakan amnesti dan abolisi harus berlandaskan pertimbangan kemanusiaan, keamanan nasional, dan kepastian hukum, tanpa meninggalkan rasa keadilan bagi korban.

“Langkah ini tidak hanya sekadar pengampunan, tapi bagian dari konsolidasi hukum dan rekonsiliasi nasional,” ujar Yusril. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one + ten =