Suara Bersama

Menkumham Kewajiban Bayar Royalti Musik, UMKM Tidak Akan Dibebani

Jakarta, Suarabersama.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa kafe tetap berkewajiban membayar royalti atas musik yang mereka putar. Alasannya, pemutaran musik tersebut menjadi bagian dari aktivitas komersial yang mendatangkan keuntungan bagi pelaku usaha.

Meski begitu, Supratman menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menerapkan aturan ini secara kaku tanpa mempertimbangkan berbagai aspek. “Kalau kafe kan namanya, royalti itu kan buat mendengarkan sebuah karya cipta di tempat komersial. Dikomersialkan,” ujarnya usai menghadiri peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (18/8/2025).

“Itu yang punya kewajiban. Tapi, kan pemerintah juga tidak buta,” sambungnya.

Supratman menyampaikan bahwa pemerintah akan tetap membuka ruang dialog dan menerima masukan dari berbagai pihak terkait penerapan kebijakan royalti ini. Ia menegaskan bahwa pemberlakuan royalti tidak boleh memberatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Maksudnya tidak buta itu dalam pengertian, pasti mendengar semua pihak. Yang kedua, tidak boleh membebani UMKM kita,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Supratman menjelaskan bahwa dasar hukum pemberlakuan royalti tidak hanya bersumber dari Undang-Undang Hak Cipta saja, namun juga berasal dari perjanjian internasional, yakni Konvensi Bern. Konvensi tersebut sudah mengatur perlindungan hak cipta secara global dan mengikat Indonesia sebagai salah satu negara anggotanya.

“Yang namanya royalti, itu bukan hanya karena ada undang-undang hak cipta. Tapi kita terikat dengan Konvensi Bern. Itu berlaku secara internasional. Kita berlaku secara internasional,” tegasnya.

Sebelumnya, pemerintah juga telah menyampaikan bahwa semua pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik—seperti restoran, toko, pusat kebugaran, hotel, hingga kafe—wajib membayar royalti kepada pemegang hak cipta. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkumham, Agung Damarsasongko, menyampaikan bahwa aturan ini tetap berlaku walaupun pelaku usaha telah berlangganan layanan streaming seperti Spotify, Apple Music, atau YouTube Premium.

Menurutnya, langganan semacam itu bersifat personal dan tidak mencakup hak penggunaan komersial di ruang publik. “Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” kata Agung dalam pernyataan tertulis, Senin (28/7/2025).

Ia menambahkan bahwa proses pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 mengenai Pengelolaan Royalti atas Lagu dan/atau Musik.

Namun, di tengah ramainya kritik terhadap mekanisme pembayaran royalti, Menkumham Supratman menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan audit terhadap LMKN dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Langkah ini diambil untuk memastikan transparansi distribusi royalti kepada pencipta dan pemilik karya musik.

“Khusus royalti, ini lagi kita mau kumpulkan LMKN dan LMK-nya. Saya sudah lapor kepada, kita akan minta supaya akan ada audit baik LMK-nya maupun LMKN-nya,” tandasnya. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 + thirteen =