Suara Bersama

Visa dan Mastercard Tersandung Aturan Pembayaran Lokal, AS Angkat Isu Hambatan Dagang

suarabersama.com, Jakarta – Sistem pembayaran dalam negeri menjadi sorotan utama dalam diskusi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pemerintah AS secara terbuka menyoroti sejumlah regulasi domestik yang dianggap membatasi akses perusahaan asing, terutama pemain global seperti Visa dan Mastercard.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengonfirmasi bahwa isu keuangan termasuk sistem pembayaran menjadi salah satu topik yang diangkat dalam pertemuan bilateral yang berlangsung pekan lalu.

“Kami telah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia mengenai berbagai masukan dari pihak AS,” kata Airlangga dalam konferensi pers akhir pekan kemarin.


Aturan GPN dan QRIS Jadi Sorotan Washington

Amerika Serikat, melalui laporan resmi National Trade Estimate Report 2025 dari Kantor Perwakilan Dagang (USTR), mengkritisi dua regulasi utama dari Bank Indonesia:

  1. Peraturan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional)
    Seluruh transaksi ritel domestik wajib diproses oleh lembaga switching lokal yang telah berizin BI. Kepemilikan asing pada entitas switching ini juga dibatasi maksimal 20%. Selain itu, transaksi domestik dilarang diproses lintas batas oleh penyedia asing.

  2. Standarisasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard)
    QRIS diwajibkan sebagai standar nasional untuk transaksi digital. Kritik muncul karena keterlibatan pihak internasional dalam pengembangan kebijakan ini dinilai minim.


Visa dan Mastercard Masih Mendominasi, Tapi Pasar Menyempit

Kebijakan tersebut dinilai berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan seperti Visa dan Mastercard yang selama ini mendominasi pasar kartu pembayaran. Meskipun secara global pangsa pasar mereka mengalami penurunan sejak 2014, nilai transaksi di Indonesia tetap signifikan. Tahun 2023, Visa membukukan transaksi sebesar US$ 76,12 miliar, sementara Mastercard mencatatkan US$ 72,6 miliar.


Pelaku Industri Tetap Optimis: QRIS Tumbuh, Kartu Kredit Masih Menguat

Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sekaligus Direktur BCA, Santoso Liem, mengatakan bahwa meski transaksi dalam negeri makin condong ke QRIS karena efisiensi, layanan kartu kredit internasional tetap dibutuhkan untuk transaksi lintas negara.

“QRIS sudah mulai digunakan cross-border meski belum semua negara. Konsumen tetap pilih metode yang hemat biaya,” ujar Santoso, Minggu (20/4).

Ia menambahkan bahwa dampak GPN lebih terasa pada kartu debit, sedangkan kartu kredit masih menunjukkan pertumbuhan, khususnya di kalangan menengah ke atas.

Sementara itu, Bank Mandiri mencatat peningkatan signifikan pada transaksi kartu kredit. SVP Credit Cards Group Mandiri, Agus Hendra Purnama, menyebutkan transaksi Visa naik 15% dan Mastercard melonjak 34% pada kuartal pertama 2025 dibanding tahun sebelumnya.

“Dengan sekitar dua juta kartu kredit aktif, kami optimis transaksi akan tumbuh 30% tahun ini,” ucap Agus.

Dari sisi BNI, General Manager Divisi Bisnis Kartu, Grace Situmeang, menyatakan bahwa transaksi Visa dan Mastercard masih stabil dengan nominal besar, meskipun tren QRIS terus merangkak naik.

Ketegangan regulasi dalam sistem pembayaran Indonesia menjadi perhatian serius AS dalam forum perdagangan. Namun di sisi lain, pelaku industri domestik menilai bahwa pertumbuhan tetap terjadi di semua lini—baik QRIS maupun kartu kredit internasional. Tarik ulur kepentingan ini kemungkinan besar akan menjadi bagian dari diskusi lanjutan dalam 60 hari ke depan.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen − 9 =