Jakarta – Warga Kampung Gabus, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, berhasil menarik perhatian publik lewat kemunculan tugu ikan gabus yang kini berdiri di pintu keluar Tol Gabus. Tugu berukuran lima meter itu bukan sekadar hiasan, melainkan simbol identitas budaya dan wujud rasa syukur warga setempat.
Edi (46), warga Desa Gabus Srijaya, menuturkan bahwa tugu tersebut awalnya dibuat untuk meramaikan Festival Kali Gabus, acara tahunan yang digelar setiap peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus.
“Awalnya ya buat 17-an, warga ngadain acara karnaval, ada arak-arakan. Nah, kita bikinlah patung gabus itu,” kata Edi, Minggu (19/10/2025).
Selain untuk memeriahkan HUT RI, tugu tersebut juga menjadi bentuk syukur warga atas selesainya proyek pelebaran Kali Gabus yang selama ini kerap menyebabkan banjir. “Dulu banjir mulu, nah pas Agustus itu proyeknya KDM (Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi) selesai. Jadi sekalian syukuran, sekalian festival,” tambahnya.
Pemilihan ikan gabus sebagai ikon bukan tanpa alasan. Hewan air tawar itu telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Wilayah Tambun Utara dikenal memiliki populasi ikan gabus yang melimpah di rawa dan selokan. Bahkan, nama Kampung Gabus berasal dari tiga desa yang berdekatan, yakni Gabus Srijaya, Gabus Srimukti, dan Gabus Mekar.
“Setelah 17-an selesai, sayang kalau patungnya enggak dipakai lagi. Akhirnya dipajang jadi simbol kampung,” ujar Edi.
Camat Tambun Utara, Najmuddin, menuturkan bahwa awalnya tugu diletakkan di pinggir Kali Gabus di Jalan Gabus Raya. Namun, atas inisiatif tokoh masyarakat, tugu kemudian dipindahkan ke pintu keluar Tol Gabus agar lebih mudah terlihat dan menjadi daya tarik publik.
“Strategis banget memang. Namanya orang budaya, pasti cari cara supaya karya warga bisa dilihat banyak orang, bisa viral, dan dikenal luas,” ujarnya.
Tugu ikan gabus ini dibuat dari anyaman bambu dan karpet dengan rangka besi, seluruhnya dikerjakan secara swadaya warga dengan dana patungan sekitar Rp2,5 juta. Proses pembuatannya memakan waktu dua minggu hingga satu bulan.
“Dikerjakan warga sendiri. Kalau dananya seikhlasnya saja, ada yang kasih Rp5.000, ada yang Rp2.000, bebas,” tutur Edi.
Bagi warga seperti Syarif (42), ikan gabus punya makna historis tersendiri. “Dari dulu, orang sini hidupnya memang berdampingan sama ikan gabus. Dulu di selokan atau rawa itu banyak banget,” ujarnya. Bahkan, menurut cerita turun-temurun, bentuk wilayah Kampung Gabus disebut-sebut menyerupai ikan gabus jika dilihat dari peta.
Meski saat ini tugu masih bersifat semi-permanen, pihak kecamatan berencana membangun versi permanen sebagai ikon resmi kawasan tersebut. “Kita sedang bahas rencana tugu permanen supaya bisa jadi kebanggaan warga dan identitas Tambun Utara,” kata Najmuddin.
Kini, tugu ikan gabus bukan sekadar karya sederhana warga kampung. Ia telah menjelma menjadi simbol kebersamaan, budaya lokal, dan semangat gotong royong masyarakat Gabus yang tak pernah padam.
(HP)