Suara Bersama

UU TNI Terbaru Digugat Mahasiswa ke MK, Pemerintah Minta Tak Terpengaruh Isu

Jakarta, Suarabersama.com – Pemerintah, baik dari Istana maupun Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, memilih untuk tidak memberikan banyak komentar terkait permohonan uji formil terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 2025 (UU 3/2025), yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sjafrie menegaskan bahwa revisi UU TNI yang telah disahkan oleh DPR dan diteken oleh Presiden RI Prabowo Subianto saat ini telah sah dan berlaku.

“Saya kira Undang-undang TNI sudah final. Kita sudah tidak bicara lagi. Presiden sudah tanda tangan dan sudah berlaku. Dan itu hanya urusan administrasi. Tidak ada urusan operasional. Tidak ada urusan politik,” ujar Sjafrie di lingkungan Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/4).

Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh narasi yang menyebutkan bahwa regulasi baru tersebut akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, yang telah dihapus setelah Reformasi 1998 yang mengakhiri rezim Orde Baru.

Sjafrie menegaskan bahwa pihak TNI tidak akan campur tangan dalam urusan sipil sebagaimana yang ditakutkan oleh beberapa kalangan terkait keberlakuan UU TNI yang baru.

“Jangan terpengaruh oleh isu-isu yang berkembang, bahwa undang-undang TNI akan kembali kepada masa lalu. Sudah selesai itu semuanya,” tegas mantan Pangdam Jaya tahun 1998 itu.

Sejalan dengan pernyataan Sjafrie, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi juga mempertanyakan dasar hukum atas gugatan terhadap UU TNI tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Ia menyampaikan bahwa segala hal yang menimbulkan polemik dalam proses pengesahan sudah dibahas dan dijelaskan kepada publik.

Meski begitu, ia menyatakan bahwa pemerintah tetap menghormati proses hukum yang ditempuh oleh pihak-pihak yang mengajukan gugatan tersebut.

“Pasal-pasal atau poin-poin perubahan di situ juga sudah diberikan penjelasan ke publik gitu dan rasa-rasanya ya tidak lagi yang menonjol secara substansi ya, tapi kalau ada yang menggugat ya monggo ya silahkan nanti dipelajari,” ujar Prasetyo yang juga menjabat sebagai juru bicara presiden.

Sebelumnya, gugatan uji formil ini diajukan oleh dua mahasiswa asal Batam, yaitu Hidayatuddin dan Respati Hadinata. Mereka menunjuk kuasa hukum dari kalangan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam dan Universitas Riau, yakni Risky Kurniawan, Albert Ola Masan Setiawan Muda, Jamaludin Lobang, dan Otniel Raja Maruli Situmorang.

Permohonan tersebut diajukan pada Senin, 21 April 2025, dan telah tercatat secara resmi dengan nomor perkara: 58/PUU-XXIII/2025.

Dalam permohonannya, para penggugat menyampaikan 19 poin keberatan terhadap UU 3/2025. Mereka berpendapat bahwa pembentukan UU tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Keputusan untuk menyetujui RUU perubahan atas UU 34/2004 dalam Prolegnas Prioritas 2025 pada Sidang Paripurna tanggal 18 Februari 2025 dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, serta sejumlah pasal dalam Peraturan DPR (Pertib).

Selain itu, perubahan Prolegnas dalam Rapat Paripurna itu disebut bertentangan dengan Pasal 66 huruf F dan Pasal 67 ayat 3 Pertib.

Pemohon juga menilai bahwa penyusunan UU ini tidak transparan, melanggar prinsip keterbukaan, serta bertentangan dengan berbagai ketentuan dalam UUD 1945, UU KIP, dan UU 12/2011, termasuk pasal-pasal terkait partisipasi publik dan informasi.

Lebih lanjut, mereka menyatakan bahwa UU 3/2025 bukan merupakan bagian dari carry over, sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 71A UU 15/2019.

 

Selain itu, UU ini juga dinilai melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf B dan H dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

thirteen + seventeen =