Jakarta, Suarabersama.com – Jumlah total pendapatan per bulan anggota DPR terus menjadi sorotan. Bagaimana tidak, gaji pokok anggota DPR hanya sebesar Rp4,2 juta tapi total yang mereka kantongi per bulannya bisa mencapai Rp54 juta.
Selain rencana penambahan tunjangan rumah Rp50 juta, masyarakat juga menyoroti komponen tunjangan PPh 21 dalam rincian pendapatan anggota. Adanya fasilitas tunjangan PPh 21 ini membuat publik mempertanyakan mengapa pajak penghasilan DPR dibayar oleh negara?
aturan mengenai besaran gaji pokok anggota DPR beserta tunjangannya tercantum dalam Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015. Dalam salah satu bagiannya terdapat besar komponen tunjangan PPh 21 sebesar Rp2.699.813.
Jika merunut pada aturannya, anggota DPR tetap tercatat sebagai pembayar pajak. Namun nominal pajaknya dikompensasi dengan tunjangan PPh 21. Sehingga pada dasarnya, mekanisme pembayaran pajak anggota ditutup dengan tunjangan PPh yang melekat pada gaji anggota DPR.
Sementara Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Rosmauli, membantah narasi yang menyatakan gaji pejabat negara tidak dikenakan pajak. Ia mengutip Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 yang menyebut pejabat negara tetap memiliki kewajiban untuk membayar pajak.
“Pajak penghasilan anggota DPR maupun pejabat negara tetap dibayarkan ke kas negara, tidak ada pembebasan pajak,” kata Rosmauli saat dihubungi Tirto, Senin (25/8/2025).
Rosmauli menjelaskan bahwa karena seluruh gaji anggota DPR berasal dari duit pajak, maka Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Pajak langsung melakukan pemotongan dan pelaporan pajak para anggota legislatif tersebut.
“Karena gaji dan tunjangan pejabat negara, ASN, serta anggota TNI/Polri bersumber dari APBN, maka untuk memastikan ketertiban administrasi agar pajak dihitung, dipotong, disetor, dan dilaporkan dengan benar maka kewajiban tersebut dilaksanakan langsung oleh instansi pemerintah melalui bendahara negara,” jelasnya.
Rosmauli juga menyatakan bahwa skema serupa tidak hanya berlaku bagi DPR, melainkan juga bagi seluruh pejabat negara, aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan hakim sesuai ketentuan yang berlaku.
Ia kemudian menyebut bahwa skema serupa juga berlaku di sektor swasta. Dirinya kerap menemukan hal serupa diterapkan di sektor swasta, sehingga gaji para karyawan maupun direksinya sudah diberikan dalam bentuk neto dan potongan pajaknya telah ditanggung oleh perusahaan.
“Perlu dipahami, praktik seperti ini juga umum ditemui di sektor swasta, di mana pemberi kerja menanggung atau memberikan tunjangan pajak agar pegawai menerima penghasilan dalam bentuk neto,” ujarnya.



