Suara Bersama

Trump Tetapkan Tarif Ekspor 19 Persen untuk Produk RI, Analis Ingatkan Potensi Ketergantungan Struktural

JAKARTA, 17 Juli 2025 — Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi menetapkan tarif ekspor sebesar 19 persen bagi seluruh produk asal Indonesia yang masuk ke pasar AS. Kebijakan tersebut diumumkan Trump secara langsung melalui kanal media sosial pribadinya pada Kamis (16/7), usai menjalin kesepakatan bilateral dengan Presiden Prabowo Subianto.

“Mulai sekarang, seluruh barang dari Indonesia akan dikenai tarif 19 persen,” ujar Trump. Keputusan ini merupakan revisi dari kebijakan sebelumnya yang memberlakukan tarif 32 persen pada April lalu.

Kesepakatan ini juga mencantumkan komitmen Indonesia untuk menghapus seluruh hambatan dagang terhadap produk-produk asal AS, baik dalam bentuk tarif maupun hambatan non-tarif.

Trump menegaskan bahwa tarif tetap akan berlaku jika negara ketiga mencoba mengakses pasar AS lewat Indonesia. “Tarif akan tetap berlaku bahkan untuk barang yang transit melalui Indonesia,” katanya.

Indonesia Diminta Beli Komoditas AS hingga Boeing 777

Selain tarif, kesepakatan tersebut juga memuat komitmen besar dari pihak Indonesia untuk membeli produk energi AS senilai USD 15 miliar dan produk pertanian senilai USD 4,5 miliar. Trump juga menyebut bahwa Indonesia sepakat membeli 50 unit pesawat Boeing tipe terbaru, meski tak dirinci siapa pembelinya.

Trump menyebutkan bahwa kesepakatan ini membuka akses penuh bagi produk Amerika ke pasar Indonesia—yang ia klaim sebagai pencapaian bersejarah.

Tertunda Tapi Tidak Dibatalkan

Sebelum penetapan tarif ini, negosiasi sempat dilakukan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan delegasi RI bersama pejabat AS di Washington D.C. pada 9 Juli 2025. Hasilnya, implementasi tarif ditunda tiga minggu untuk membuka ruang diskusi lanjutan.

Namun, sejumlah pakar menilai substansi kesepakatan tersebut mengandung risiko jangka panjang yang harus diantisipasi.

Peringatan Risiko Jebakan Ekonomi

Kepala Departemen Makroekonomi INDEF, M. Rizal Taufikurahman, menyampaikan bahwa skema perdagangan baru ini berisiko memperbesar ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah dan komoditas primer, khususnya tembaga dan nikel.

“Kalau kita tak hati-hati, skenario ini bisa makin mengunci Indonesia dalam jebakan negara berpenghasilan menengah,” ujarnya. Menurut Rizal, ekspor tembaga tanpa kontrol ketat berpotensi menimbulkan eksploitasi berlebih dan memperparah kerusakan lingkungan.

Ia mendorong pemerintah agar segera mengatur ekspor melalui kuota, kewajiban pasokan dalam negeri (DMO), dan skema harga berbeda untuk pasar lokal dan ekspor. “Langkah ini penting demi menjaga nilai tambah dalam negeri dan melindungi sumber daya strategis dari eksploitasi global,” tegasnya.

Evaluasi Berkala dan Mekanisme Safeguard Diperlukan

Rizal juga menegaskan bahwa setiap perjanjian dagang dengan negara besar seperti Amerika Serikat harus mengedepankan prinsip kedaulatan ekonomi dan dilengkapi mekanisme safeguard serta evaluasi rutin.

“Kita tidak ingin kembali ke model perdagangan eksploitatif seperti zaman kolonial modern. Harus ada prinsip kemandirian dan keberlanjutan yang dijaga dalam setiap kesepakatan internasional,” pungkasnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

14 + 7 =