Washington, DC – Hanya beberapa pekan setelah menyatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata di Gaza hampir tercapai, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kini berubah sikap. Dalam pernyataan terbarunya, Trump mendesak Israel untuk “menyelesaikan pekerjaan” dalam menghadapi Hamas, seraya menarik mundur utusan damainya dari proses negosiasi yang tengah berlangsung.
Trump menyatakan bahwa Hamas tidak menunjukkan sikap terkoordinasi atau itikad baik dalam pembicaraan damai. Utusan khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, bahkan telah mulai mempertimbangkan “opsi alternatif” untuk pembebasan sandera.
“Kelompok ini sepertinya memang ingin mati. Dan itu sangat buruk,” ujar Trump saat hendak berangkat ke Skotlandia. “Sampai pada titik ini, kamu harus menyelesaikan pekerjaannya.”
Sikap Trump ini menandai pergeseran tajam dari pendekatan sebelumnya yang lebih diplomatis. Ia juga mengakui bahwa upaya damainya telah menemui jalan buntu. “Mereka [Israel] harus bertarung, harus membereskan semuanya. Kamu harus menyingkirkan mereka [Hamas],” ujarnya.
Pernyataan ini muncul di tengah krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza, di mana PBB menyebut warga sipil sebagai “mayat berjalan” karena kelaparan ekstrem.
Namun, tidak semua pihak menyepakati gambaran kelam dari Trump. Pejabat Israel menegaskan bahwa negosiasi belum runtuh sepenuhnya, dan mediator seperti Mesir dan Qatar masih optimistis untuk mencapai kesepakatan damai. Kementerian Luar Negeri Mesir bahkan menyebut penangguhan pembicaraan sebagai hal “normal” dalam negosiasi kompleks seperti ini.
Sementara itu, pernyataan Trump dan keputusan untuk menarik diri dari pembicaraan mengejutkan para diplomat di Doha, Qatar, tempat negosiasi berlangsung. “Ini seperti gempa besar. Sekarang kami menghadapi gempa susulannya,” ujar salah satu sumber diplomatik.
Trump menyalahkan kegagalan negosiasi pada Hamas, yang disebutnya kehilangan pengaruh setelah sebagian sandera berhasil dibebaskan atau meninggal dunia. “Kini tinggal sandera terakhir. Dan mereka tahu apa yang akan terjadi setelah itu. Karena itu, mereka enggan menyetujui kesepakatan,” ujarnya.
Meski demikian, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Tammy Bruce masih menyimpan harapan, dengan menyatakan bahwa upaya Trump dan Witkoff pada akhirnya akan membuahkan hasil. “Mereka tahu apa yang mereka lakukan. Mereka tahu siapa pemainnya. Saya percaya akan ada kemajuan,” kata Bruce kepada CNN.
Di tengah desakan internasional untuk mengakhiri konflik, Trump menyatakan bahwa Hamas telah menghalangi distribusi bantuan kemanusiaan, meski AS telah mengucurkan dana sebesar $60 juta untuk makanan dan logistik. “Kami tidak dapat pujian, tidak ada yang bilang terima kasih, padahal kami sudah membantu banyak,” ucapnya. Namun, laporan internal pemerintah AS menyatakan tidak ditemukan bukti adanya penjarahan bantuan secara luas oleh Hamas.
Sementara itu, sejumlah sekutu utama AS menunjukkan sikap yang lebih tegas terhadap tindakan Israel. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyebut eskalasi militer Israel sebagai “tidak dapat dibenarkan.” Sedangkan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa Prancis akan mengakui Negara Palestina pada Sidang Umum PBB September mendatang — sebuah langkah yang memicu ketegangan dengan Israel.
Menanggapi hal tersebut, Trump justru meremehkannya. “Pernyataannya tidak punya bobot,” kata Trump soal Macron. “Saya suka dia. Tapi itu tak berarti apa-apa.”