Suara Bersama

Tragedi Longsor di Gunung Kuda Cirebon Tewaskan 21 Orang, DPR Soroti Urgensi Reformasi Tata Kelola Tambang

CIREBON Musibah longsor yang terjadi di kawasan tambang batuan Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, menelan korban jiwa sebanyak 21 orang hingga Senin malam (2/6/2025). Tim SAR gabungan masih terus melakukan pencarian terhadap empat orang lainnya yang dilaporkan hilang.

Peristiwa memilukan ini memicu keprihatinan publik, termasuk dari anggota Komisi XII DPR RI, Rico Alviano. Legislator dari Fraksi PKB tersebut mendesak pemerintah untuk mengevaluasi menyeluruh pengelolaan tambang batuan di Indonesia.

“Kejadian ini menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan dan tata kelola tambang yang berujung pada tragedi. Aktivitas tambang Galian C harus dikontrol lebih ketat agar tidak membahayakan pekerja dan masyarakat sekitar,” ujar Rico dalam pernyataan tertulis, Selasa (3/6/2025).

Ia mengacu pada UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yang telah memuat regulasi ketat dari proses perizinan hingga pengelolaan dampak lingkungan. Namun, dalam praktiknya, banyak pelanggaran dilakukan demi menekan biaya atau memaksimalkan keuntungan.

Rico menyoroti metode penambangan di lokasi longsor yang menggunakan teknik under cutting tanpa terasering, di medan dengan kemiringan ekstrem hingga 45 derajat. Hal inilah yang memicu pergerakan tanah dan berujung pada longsor besar.

Langkah cepat Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi yang mencabut izin tiga operator tambang di lokasi kejadian diapresiasi Rico, begitu juga dengan tindakan Polda Jabar yang menetapkan dua tersangka dalam kasus ini.

Di sisi lain, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa masa tanggap darurat akan berlangsung selama tujuh hari sejak kejadian. Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Abdul Muhari, mengonfirmasi bahwa pencarian korban terkendala kondisi geografis yang berisiko menyebabkan longsor susulan.

“Setiap hari sejak hari pertama evakuasi, kami mengalami longsoran lanjutan di titik pencarian. Karena itu keselamatan tim menjadi prioritas utama,” jelas Abdul dalam konferensi pers daring BNPB.

Petugas SAR membagi pencarian ke dua sektor berbeda demi menghindari risiko jatuhnya korban tambahan dari pihak penyelamat.

Sementara itu, berdasarkan data resmi dari BNPB dan Kantor SAR Bandung, telah dirilis daftar 21 korban meninggal dunia, mayoritas berasal dari Cirebon dan sekitarnya, dengan usia berkisar antara 25 hingga 53 tahun.

Insiden ini kembali membuka luka lama terkait lemahnya pengawasan tambang ilegal atau semi-legal di berbagai daerah. DPR mendesak Kementerian ESDM untuk memperkuat pemetaan dan audit menyeluruh terhadap seluruh aktivitas penambangan yang berpotensi membahayakan.

“Kita tidak boleh menunggu jatuhnya korban berikutnya. Reformasi tata kelola tambang adalah keharusan,” tegas Rico.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen + 17 =