Jakarta, Suarabersama.com – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Bank Indonesia (BI) dan 8 Kementerian/Lembaga (K/L) yang terlibat dalam Satgas Nasional Local Currency Transaction (LCT) baru saja menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) serta mengadakan rapat koordinasi pada Kamis (29/08). Langkah ini merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi Satgas Nasional LCT.
Penandatanganan PKS ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (NK) yang telah disetujui pada 5 September 2023. Kesepakatan ini menegaskan pentingnya sinergi kebijakan serta koordinasi lintas sektor untuk mempercepat penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral dengan negara mitra.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Ferry Irawan, menyebutkan bahwa implementasi LCT telah menunjukkan hasil yang positif baik dari sisi nilai transaksi maupun jumlah pengguna. Ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat komitmen penggunaan mata uang lokal untuk transaksi ekonomi dan keuangan lintas negara, serta sebagai bagian dari upaya memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
“Inisiatif ini telah menjadi salah satu program prioritas pemerintah dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah tantangan global yang semakin kompleks. Penggunaan mata uang lokal dalam transaksi lintas negara tidak hanya membantu menjaga stabilitas nilai tukar, tetapi juga berperan penting dalam mendukung pertumbuhan sektor riil,” ujar Ferry dalam keterangan tertulis pada Kamis (12/9/2024).
Penandatanganan PKS ini diharapkan dapat menjadi dasar yang kuat untuk memperkuat implementasi LCT di masa depan, serta meningkatkan pertukaran data dan informasi yang akurat antar K/L terkait sebagai dasar pengambilan kebijakan yang lebih tepat.
Saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama LCT dengan 8 negara, yaitu Malaysia, Thailand, Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, India, dan United Arab Emirates (UAE). Namun, kerja sama yang sudah berada pada tahap implementasi baru dilakukan dengan Malaysia, Thailand, Jepang, dan China, yang memungkinkan nasabah dari Indonesia dan negara-negara tersebut untuk melakukan pembayaran dan menerima dalam mata uang lokal.
Pemerintah Indonesia tengah mendorong kerja sama dengan 4 negara lainnya—Singapura, Korea Selatan, India, dan UAE—agar segera diimplementasikan, sehingga LCT dapat memberikan dampak yang lebih luas.
Total transaksi LCT pada semester I-2024 mencapai US$ 4,7 miliar atau Rp 72,38 triliun (kurs Rp 15.400), meningkat pesat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Total pengguna LCT juga meningkat signifikan, mencapai 3.850, yang merupakan kenaikan 1,5 kali lipat dibandingkan tahun lalu dan 38 kali lipat sejak implementasi pertama kali pada 2018.
“Capaian ini mencerminkan keberhasilan program dalam memperluas adopsi mata uang lokal di antara negara mitra,” ucap Ferry.
Ferry juga menyoroti perlunya sosialisasi lebih lanjut kepada pelaku usaha, terutama di sektor perdagangan internasional. “Sosialisasi LCT kepada pelaku usaha perlu ditingkatkan guna memperkuat pemahaman dan mendorong partisipasi aktif dalam memperluas pengguna mata uang lokal. Inovasi dalam pemberian insentif yang menarik bagi pelaku usaha, khususnya di sektor otomotif harus segera direalisasikan untuk memastikan manfaat nyata bagi dunia usaha,” ujarnya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi lintas sektor dalam mendukung implementasi LCT secara berkelanjutan. Dengan kolaborasi yang erat dan kebijakan yang tepat, diharapkan LCT dapat menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dan memperkuat peran mata uang lokal dalam transaksi internasional.
Kemenko Perekonomian optimis bahwa langkah ini akan mendorong peningkatan stabilitas ekonomi nasional, memperkuat peran mata uang lokal dalam transaksi lintas negara, dan mendukung pertumbuhan sektor riil secara berkelanjutan. “Melalui implementasi yang efektif dan insentif yang tepat, kita akan melihat semakin banyak pelaku usaha yang menggunakan LCT sebagai solusi dalam transaksi internasional, yang pada gilirannya akan memperkuat posisi Indonesia di kancah ekonomi global,” jelas Ferry.
(XLY)



