Suara Bersama

Toleransi dalam Pancasila: Kunci Menghentikan Kebencian dan Diskriminasi

 

Suarabersama.com, jakarta – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menegaskan pentingnya toleransi dan persaudaraan dalam Pancasila sebagai kunci utama untuk menghentikan kebencian dan diskriminasi di Indonesia. Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, menyampaikan hal ini dalam sebuah podcast yang diadakan oleh LSM Aspirasi, Sabtu (6/7/2024).

Antonius Benny Susetyo, atau yang akrab disapa Romo Benny, menekankan bahwa peran umat beragama sangat penting dalam menjaga perdamaian dan memanfaatkan agama sebagai sumber inspirasi untuk memajukan kemanusiaan. “Setiap umat beriman dipanggil untuk mewujudkan persaudaraan sejati di antara umat manusia,” ujarnya.

Menurut Benny, tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana menjaga ruh perdamaian serta harmoni dan persaudaraan sejati di tengah masyarakat. Kecurigaan dan saling memojokkan harus dihilangkan agar tidak tumbuh menjadi kebencian yang lebih besar. Tindakan permusuhan dan kebencian terhadap simbol agama bukanlah ajaran agama itu sendiri, tetapi berasal dari oknum-oknum yang menyalahgunakan agama.

Benny menekankan bahwa agama harus mewujudkan persaudaraan antarumat manusia. “Sikap permusuhan dan kebencian terhadap simbol agama serta tindakan yang tidak sesuai dengan misi keagamaan bukan berasal dari agama itu sendiri, tetapi dari oknum-oknum yang menyalahgunakan agama,” tegasnya.

Benny menambahkan bahwa nilai-nilai Pancasila, terutama nilai ketuhanan, menjiwai setiap sila lainnya yang mencakup kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Dengan menginternalisasikan nilai-nilai ini, setiap warga negara Indonesia dapat berkontribusi pada terwujudnya masyarakat yang harmonis dan damai. “Pancasila itu yang menyatukan kita karena Pancasila itu pula yang mampu mewujudkan persaudaraan di antara umat beragama,” ujarnya.

Dalam konteks global, Benny menyoroti ketegangan antara Barat dan Timur, serta bagaimana peristiwa 9/11 telah membuka pintu bagi kajian menyeluruh tentang Islam. “Peristiwa 9/11 justru menjadi pintu membuka pandangan dan kajian menyeluruh tentang Islam yang sesungguhnya adalah agama yang menjunjung kemanusiaan,” paparnya.

Benny juga mengutip perkataan Bung Hatta mengenai nilai ketuhanan dalam dasar negara yang merupakan nilai tauhid. Menurut Benny, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang demokratis harus mampu merajut persaudaraan dan kemanusiaan serta membangun tatanan dunia baru di mana negara-negara berkembang dan negara-negara Islam dapat bersaing secara sehat dengan negara-negara Barat.

Benny mengidentifikasi akar dari Islamophobia sebagai penggunaan agama sebagai komoditas politik dan framing media yang negatif. “Yang diperlukan adalah pengetahuan dan pengertian mengenai Islam yang sesungguhnya sebagai penjaga kemanusiaan dan kedamaian untuk dunia yang lebih baik,” tegasnya.

Dalam menghadapi tantangan global dan isu-isu domestik, Indonesia dapat mengambil peran penting sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang demokratis, yang mampu menunjukkan Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan kedamaian. “Dengan menjadikan Pancasila sebagai pondasi dasar yang mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan, Indonesia dapat terus mempromosikan persaudaraan dan harmoni di antara umat beragama, baik di dalam negeri maupun di panggung internasional,” tutup Benny.

Ketua LSM Aspirasi, Wati Salam Siswafi, menyebut adanya ancaman kebencian dan diskriminasi bernuansa SARA terhadap keberagaman dan nasionalisme bangsa. “Kebencian dan diskriminasi terhadap identitas ini harus dihentikan demi membangun tatanan Indonesia dan dunia yang lebih baik. Toleransi harus terus digaungkan agar kita bisa bahu-membahu membangun Indonesia yang lebih baik,” ujarnya saat membuka podcast tersebut.

Pembicara selanjutnya, Ferdinand, menekankan pentingnya hidup berdampingan dengan saling menghargai dan menghindari pendidikan khusus mengenai kebencian dan prasangka terhadap satu golongan. “Islam diajarkan dan disiapkan untuk berdampingan dengan mereka yang berbeda identitas dengan saling menghormati. Kita tidak perlu pendidikan khusus mengenai kebencian dan prasangka, tetapi bagaimana kita hidup dengan nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.

Ferdinand menyatakan bahwa dengan hidup saling berdampingan dan menghormati, kebencian akan hilang dengan sendirinya. Menurutnya, yang diperlukan adalah gerakan dari hati nurani, bukan sekadar prasangka atau adu domba. Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama hidup berdampingan dan menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai.

 

(L)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one × three =