Jakarta, Suarabersama.com – Chief Economist dari Juwai IQI, Shan Saeed, memberikan pandangan bahwa Indonesia memiliki posisi tawar yang cukup kuat dalam menghadapi proses negosiasi tarif dengan Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, langkah proaktif pemerintah Indonesia dalam membangun strategi keterlibatan (engagement strategy) bersama pihak AS merupakan langkah yang tepat dalam mengantisipasi risiko dalam hubungan bilateral kedua negara.
“Ketika terjadi ketidakpahaman atau perbedaan pandangan, selalu ada ruang untuk bernegosiasi. Pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah bijak dengan mendekati pemerintah AS secara langsung guna mencari jalan tengah dan menciptakan harmoni dalam hubungan perdagangan,” ujar Shan dalam acara Media Briefing: Outlook Ekonomi Indonesia 2025 yang diselenggarakan di Jakarta pada Senin.
Shan juga menambahkan bahwa dari perspektif makroekonomi, isu tarif perdagangan sebenarnya merupakan bagian dari variabel mikro yang bisa diselesaikan melalui dialog dan kebijakan yang tepat.
Ia menyoroti sejumlah indikator positif yang saat ini dimiliki Indonesia, seperti percepatan pembangunan infrastruktur, meningkatnya arus investasi asing langsung (FDI), keuntungan demografi, serta reformasi kebijakan yang semakin terbuka terhadap investor global.
Salah satu contohnya adalah kebijakan pelonggaran kepemilikan properti bagi warga negara asing.
“Jadi, secara keseluruhan kami berpendapat pemerintah akan mampu bernegosiasi cukup baik dengan AS dan saya kira perekonomian akan membaik lagi,” jelasnya.
Sebagai catatan, pada masa pemerintahan Presiden AS Donald Trump, Indonesia sempat dikenai tarif impor sebesar 32 persen oleh AS.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia melalui tim negosiasi yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, telah melakukan langkah-langkah diplomatik yang intensif.



