Suara Bersama

Tarif 32% AS untuk Indonesia Dinilai Akibat Vakumnya Diplomasi: Posisi Dubes Masih Kosong Sejak 2023

Jakarta, 8 Juli 2025 — Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi mempertahankan kebijakan tarif 32% terhadap Indonesia, di tengah kekosongan jabatan Duta Besar RI untuk AS yang telah berlangsung selama dua tahun. Keputusan ini memicu sorotan terhadap kinerja diplomasi Indonesia yang dinilai melemah justru saat tensi perdagangan kian tinggi.

Trump, dalam surat yang diunggah melalui akun Truth Social, menyatakan tarif tersebut bisa dikaji ulang jika Indonesia membuka pasar lebih luas untuk produk-produk Amerika Serikat. Ia juga meminta penghapusan hambatan tarif dan non-tarif, serta memberi sinyal bahwa tarif bisa ditambah 10% bagi negara-negara BRICS yang dianggap berseberangan dengan kepentingan AS.

Sementara itu, pemerintah Indonesia tengah mempercepat proses penunjukan duta besar dengan mengusulkan mantan Menko Kemaritiman, Dwisuryo Indroyono Soesilo. Ia telah menjalani uji kelayakan di DPR namun belum memberikan pernyataan resmi terkait kebijakan tarif AS.

Hingga kini, negosiasi masih dilakukan melalui tim teknis dan menteri terkait, dengan batas waktu diplomatik yang terus berjalan hingga awal Agustus 2025. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dijadwalkan terbang ke Washington untuk melanjutkan pembicaraan menjelang tenggat waktu 9 Juli.

Pengamat hubungan internasional Idil Syawfi menyebut situasi ini sebagai “kegagalan diplomasi Indonesia”, mengingat posisi dubes yang dibiarkan kosong sejak 2023. Dinna Prapto Raharja dari Synergy Policies pun menekankan pentingnya peran strategis dubes RI di Washington untuk menjaga hubungan bilateral yang sensitif.

Meskipun Indroyono memiliki rekam jejak internasional sebagai Direktur FAO dan latar belakang teknokratik, sejumlah analis menilai tantangan diplomasi ke depan akan lebih banyak menyangkut isu ekonomi, geopolitik, dan perlindungan WNI—bukan hanya sektor maritim.

Di sisi lain, Wakil Menlu RI menegaskan keikutsertaan Indonesia dalam forum BRICS bukan dimaksudkan sebagai penolakan terhadap AS. Namun, para analis memperingatkan dampak ekonomi yang mungkin timbul, terutama jika Indonesia tidak berhasil mencegah penerapan tarif tambahan yang bisa membuat produk ekspornya kalah saing.

Situasi ini menambah tekanan terhadap pemerintah untuk segera mengisi kekosongan dubes dan memperkuat posisi Indonesia di kancah diplomasi global—terutama menghadapi kebijakan dagang AS yang makin agresif di bawah kepemimpinan Trump.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 − one =