Suara Bersama

Skandal Impor Gula Tom Lembong: 5 Fakta Mengejutkan yang Seret Nama Jokowi ke Permukaan

Jakarta — Kasus impor gula yang melibatkan Thomas Lembong kini menjadi sorotan tajam publik. Tak hanya menyeret nama pejabat tinggi, perkara ini turut menyinggung Presiden Joko Widodo. Persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta mengungkap sejumlah fakta mengejutkan yang menggambarkan bagaimana kebijakan impor pada 2015 dijalankan atas inisiatif tingkat tinggi. Berikut lima fakta yang terungkap:

1. Tom Lembong Sebut Langkahnya Berdasarkan Arahan Langsung Presiden

Dalam sidang Senin (30/6/2025), Tom Lembong menyebut bahwa keputusan impor gula ia ambil setelah mendapatkan arahan eksplisit dari Presiden Jokowi. Kebijakan itu diklaim sebagai respons cepat untuk menekan lonjakan harga bahan pokok saat itu.

“Kami menindaklanjuti arahan Presiden agar pemerintah cepat bergerak,” ungkap Tom.

2. Rapat Strategis Digelar di Istana, Libatkan Menteri Koordinator

Lebih lanjut, Tom menyatakan bahwa koordinasi dilaksanakan melalui sidang kabinet serta pertemuan di Istana Negara dan Istana Bogor. Instruksi presiden, menurutnya, juga disampaikan melalui Menko Perekonomian sebagai penghubung struktural.

3. Rachmat Gobel Diungkap Sebagai Pencetus Kebijakan

Tom membantah bahwa ia adalah penggagas awal kebijakan impor. Ia menyebut hanya melanjutkan kebijakan yang sebelumnya telah dirancang oleh Menteri Perdagangan kala itu, Rachmat Gobel.

“Saya hanya meneruskan apa yang sudah dimulai oleh Pak Rachmat,” kata Tom.

4. Kejagung: Pemanggilan Presiden Ada di Tangan Hakim

Kejaksaan Agung menegaskan bahwa keputusan apakah Presiden Jokowi akan dipanggil sebagai saksi, sepenuhnya berada di kewenangan majelis hakim. Jika diputuskan, kejaksaan akan melaksanakan tugasnya.

“Jika hakim menginstruksikan, kami jalankan,” tegas Harli Siregar dari Kejagung.

5. Akademisi: Jokowi Perlu Hadir Demi Kejelasan Proses Hukum

Pakar hukum administrasi negara, Wiryawan Chandra, menilai kehadiran langsung Presiden di persidangan penting untuk menjamin objektivitas serta mengurai rantai tanggung jawab kebijakan publik yang dijalankan.

“Jika benar ada arahan presiden, maka mesti ada bukti. Jika tidak, kehadiran langsung jadi krusial,” ujarnya.

Kesimpulan: Ujian Transparansi dan Akuntabilitas di Level Tertinggi

Kasus ini bukan sekadar soal distribusi gula, tetapi soal integritas dan transparansi pejabat tinggi negara. Apakah perintah Presiden bisa dijadikan dasar hukum? Apakah Jokowi akan hadir di ruang sidang? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan jadi ujian besar bagi sistem hukum dan demokrasi kita.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen − eighteen =