Jakarta, Suarabersama.com – Melemahnya rupiah yang kini menyentuh angka Rp 17 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) menimbulkan kecemasan.
Salah satunya di kalangan pelaku usaha, seperti sektor industri yang bergantung pada impor bahan baku.
Ia menuturkan, pelemahan rupiah membawa dampak serius terhadap kelangsungan dunia usaha. Ia menilai situasi ini sangat kurang baik untuk dunia usaha dan untuk perekonomian di Indonesia.
“Pemerintah memang harus betul-betul serius untuk mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Ini sangat tidak menguntungkan dan bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi,” ujar Frans, Senin (7/4/2025).
Frans membeberkan, sekitar 70 persen bahan baku industri masih berasal dari impor yang pembayarannya menggunakan dolar. Di antaranya seperti farmasi dan garmen. Alhasil, akibat dari itu biaya produksi akan melonjak dan harga jual produk dalam negeri turut naik.
Menyikapi kondisi itu, menurut Frans, pengusaha bakal bersikap wait and see dalam jangka pendek.
Sementara, sambil menunggu gerak pemerintah, mereka menahan ekspansi, mengurangi pembelian bahan baku, dan mempertimbangkan ulang skema produksi. Bahkan bisa berimbas pada pengurangan karyawan.
Ia mengungkapkan, Indonesia cukup bergantung pada dolar, termasuk dalam utang luar negeri maupun pinjaman perusahaan dalam bentuk dolar untuk ekspansi bisnis.
Ia menilai kekhawatiran jika dolar tidak bisa dikendalikan, sedangkan industri pinjamannya banyak menggunakan dolar, kemungkinan perusahaan bisa tutup dan berhenti produksi.
Sebagai solusi, pihaknya mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan diversifikasi mata uang.
Misalnya melalui kerja sama BRICS yakni Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa. Hal itu dinilai dapat mengurangi dominasi dolar, dan tidak menjadikan dolar satu-satunya patokan.



