Jakarta, Suarabersama – Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kabar mengejutkan tentang roti Okko dan roti Aoka. Kedua roti ini diduga mengandung zat pengawet kosmetik berbahaya bernama sodium dehydroacetate.
Menurut hasil pengujian laboratorium dari SGS Indonesia, yang merupakan bagian dari SGS Group, kedua roti tersebut terbukti mengandung sodium dehydroacetate dalam bentuk asam dehidroasetat. Roti Aoka diketahui mengandung 235 miligram per kilogram zat tersebut, sementara roti Okko mengandung 345 miligram per kilogram.
Namun, hasil berbeda ditunjukkan oleh uji laboratorium yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Emma Setyawati, menegaskan bahwa hasil uji laboratorium BPOM tidak mendeteksi adanya bahan pengawet berbahaya pada roti Okko dan Aoka. Bahkan, Emma menjelaskan bahwa BPOM telah melakukan pengujian berbasis risiko yang berarti sudah dilakukan beberapa kali.
“Tidak terdeteksi (kandungan sodium dehydroacetate). Kami sudah menguji beberapa kali, konfirmasi ulang, dan hasilnya tetap tidak terdeteksi. Kami melakukan pengujian berbasis risiko, yang artinya sudah dilakukan beberapa kali,” kata Emma pada Rabu, 17 Juli 2024.
Emma juga menyatakan bahwa BPOM selalu melakukan pengawasan terhadap produk dengan distribusi tinggi. Oleh karena itu, BPOM secara rutin melakukan pengujian acak untuk memastikan komposisi bahan baku suatu produk sesuai dengan standar pre-market.
“Ada juga proses produksi, kebersihan, dan sanitasi. Jika kebersihannya kurang baik, berisiko terhadap kontaminasi dan masa simpannya bisa saja lebih pendek,” jelas Emma.
Selain itu, Emma menilai bahwa pengumuman hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh sejumlah produsen makanan rumahan di Kalimantan melanggar aturan. Pengujian semacam itu seharusnya hanya dilakukan oleh BPOM dan tidak berdasarkan permintaan pihak tertentu. Hanya ada tiga pihak yang berwenang melakukan uji laboratorium di BPOM, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pemerintah daerah.
“Tidak ada pemberitahuan kepada kami. Pengumuman hasil uji tersebut melanggar kode etik laboratorium. Jika yang mengumumkan bukan BPOM, hasilnya tidak bisa dipercaya,” ujar Emma. -G