Jakarta, Suarabersama.com – Ribuan warga Australia yang mendukung perjuangan Palestina memadati Jembatan Pelabuhan Sydney pada Minggu, 3 Agustus 2025, dalam aksi damai yang menuntut dihentikannya kekerasan militer di Jalur Gaza serta membuka jalur bantuan kemanusiaan ke wilayah yang tengah mengalami krisis akut.
Aksi bertajuk March for Humanity ini menjadi demonstrasi pertama yang diadakan di landmark terkenal Sydney tersebut sejak dimulainya gelombang protes rutin sejak Oktober 2023. Kegiatan ini diinisiasi oleh Palestine Action Group Sydney.
“Acara ini mengirim pesan kuat kepada dunia, kepada Gaza, kepada Israel, dan kepada pemerintah kami sendiri, bahwa kami bertekad untuk membela kemanusiaan,” ujar penyelenggara dalam pernyataan yang dikutip oleh Anadolu Agency.
Para demonstran juga mengajak publik luas untuk terlibat dalam aksi solidaritas, menyerukan agar siapa pun yang “tidak bisa tinggal diam di tengah kekejaman ini” turut menyuarakan kepedulian mereka.
Dalam pernyataan resminya, Palestine Action Group mengungkapkan tuduhan terhadap Israel yang disebut melakukan tindakan kelaparan terstruktur terhadap lebih dari dua juta penduduk Gaza, sebagai bagian dari strategi yang mereka sebut bertujuan untuk “membunuh atau mengusir seluruh populasi Palestina dari Gaza.”
Senator dari Partai Hijau New South Wales, Mehreen Faruqi, hadir di lokasi dan menyampaikan orasi di hadapan para peserta. Ia mendesak agar pemerintah Australia menerapkan sanksi paling tegas terhadap Israel.
Unjuk rasa ini turut dihadiri oleh Julian Assange, pendiri WikiLeaks, yang terlihat bergabung bersama massa aksi meskipun kondisi cuaca hujan sempat melanda sebagian kota.
Pihak Kepolisian Negara Bagian New South Wales (NSW Police) melalui akun resminya di media sosial X menyatakan bahwa mereka bekerja sama dengan pihak penyelenggara untuk menjamin keselamatan serta kelancaran proses evakuasi peserta dari jembatan.
Sejak serangan militer Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, wilayah Gaza terus mengalami pengeboman besar-besaran. Laporan terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 60.000 warga Palestina telah menjadi korban, sementara infrastruktur vital termasuk sistem kesehatan mendekati kehancuran total.
Beberapa lembaga kemanusiaan juga memperingatkan peningkatan angka kematian akibat kelaparan, karena akses bantuan yang sangat terbatas ke daerah konflik.



