Jakarta, Suarabersama – Suasana kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pagi hingga siang hari ini dipenuhi oleh lautan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Mereka berkumpul dalam aksi unjuk rasa bertajuk “Indonesia Cemas”, sebuah gerakan moral yang menyuarakan keresahan generasi muda terhadap kondisi sosial-politik dan kebijakan negara yang dinilai semakin menjauh dari aspirasi rakyat.
Massa aksi datang membawa spanduk, poster, dan atribut bertema nasionalisme kritis. Sorakan dan orasi silih berganti mengisi jalannya demonstrasi. Tuntutan mereka mencakup isu-isu besar seperti ketidakpastian hukum, pembiaran terhadap krisis sosial, hingga dugaan kembalinya praktik dwifungsi sipil-militer dalam pemerintahan.
Tuntutan Aksi: Dari Reformasi Hukum Hingga Ketimpangan Sosial
Koordinator lapangan dalam orasinya menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar simbolik, tetapi bentuk konkret kegelisahan mahasiswa terhadap kondisi bangsa. Mereka menuntut:
-
Penyelesaian segera terhadap pembahasan RUU KUHAP dan RUU Perampasan Aset
-
Penolakan terhadap revisi buku sejarah yang dinilai manipulatif
-
Penghentian eksploitasi tambang yang merusak lingkungan lokal
-
Penolakan kebijakan moral dan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat kecil
-
Penegasan pemisahan fungsi sipil dan militer dalam praktik pemerintahan
Menurut para mahasiswa, semua isu ini mengarah pada satu inti persoalan: lemahnya keberpihakan pemerintah terhadap rakyat dan makin sempitnya ruang kritik dalam demokrasi.
Aparat Dikerahkan, Pengamanan Dilakukan Persuasif
Untuk mengamankan aksi, sebanyak 1.489 personel gabungan dikerahkan. Aparat tidak dibekali senjata api dan diarahkan menggunakan pendekatan humanis. Seluruh akses menuju kawasan aksi dipantau ketat, namun tetap memberikan ruang bagi mahasiswa menyampaikan aspirasi secara damai.
Polisi mengimbau demonstran untuk tidak terprovokasi, menjaga ketertiban, serta menghindari tindakan yang bisa memicu gesekan dengan pengguna jalan atau masyarakat sekitar.
Respons Pemerintah dan Harapan Aksi
Beberapa perwakilan legislatif menyatakan kesiapannya untuk menerima perwakilan mahasiswa dalam dialog terbuka. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari pemerintah pusat terkait tuntutan yang disampaikan.
Di sisi lain, berbagai organisasi masyarakat sipil mendukung aksi ini sebagai bentuk keberanian generasi muda dalam menyuarakan kebenaran. Mereka mengingatkan bahwa suara mahasiswa harus dijadikan cermin evaluasi kebijakan nasional, bukan dianggap sebagai gangguan ketertiban.
Kesimpulan: Indonesia Cemas, Demokrasi Diuji
Aksi “Indonesia Cemas” mencerminkan semangat mahasiswa yang masih menyala dalam memperjuangkan keadilan sosial dan integritas demokrasi. Seruan moral ini menjadi pengingat bahwa di tengah kemajuan infrastruktur dan teknologi, bangsa ini masih dihadapkan pada persoalan klasik: kesenjangan, ketimpangan, dan ketertutupan terhadap kritik.
Jika tidak segera dijawab dengan kebijakan yang berpihak, suara mahasiswa ini bisa menjadi gelombang awal dari tekanan publik yang lebih besar. Demokrasi hidup dari partisipasi, dan hari ini mahasiswa kembali mengambil peran itu di garis depan.



