Jakarta, Suarabersama .com – Pengamat politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, menyatakan bahwa salah satu tantangan bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto adalah mengendalikan perkembangan teknologi yang mempercepat arus informasi. Ini penting dalam menangani kejahatan radikalisme dan terorisme di dunia maya.
“Perkembangan zaman dan teknologi, otomatis berkembang pula modus operandi kejahatan terorisme yang memanfaatkan teknologi informasi yang berbasis jaringan internet. Itu salah satu tantangan berat di depan mata yang dihadapi presiden terpilih Prabowo,” ungkap Ginting dalam acara Kenduri Untuk Mewujudkan Desa Siaga Dengan Resiliensi di Kantor Kelurahan Grogol, Jakarta Barat, pada Kamis (26/9/2024).
Menurut Selamat Ginting, kelompok teroris mendapatkan keuntungan besar dari kemajuan teknologi berbasis internet. Hal ini digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti merekrut anggota, menyebarkan propaganda, serta melakukan pelatihan dan pengembangan jaringan. Informasi yang tersebar di internet, bersama dengan revolusi teknologi, semakin memudahkan kelompok teroris untuk memperkuat jaringan dan menyebarkan ideologi mereka.
Ginting juga mencatat bahwa media sosial dan media massa, baik secara sadar maupun tidak, berperan dalam memperluas penyebaran praktik kekerasan yang berkaitan dengan paham radikal terorisme. Situasi ini diperparah oleh adanya kepentingan dari organisasi tertentu yang memanfaatkan platform-platform tersebut.
“Di sinilah peran media sosial menjadi penting dalam menyajikan peristiwa ke hadapan publik yang majemuk. Tugas media bukan hanya melaporkan peristiwa secara akurat, tetapi juga menyosialisasikan pentingnya penyelesaian konflik,” ungkap Selamat Ginting dalam acara yang diselenggarakan oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jakarta dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Lebih lanjut, Ginting menekankan bahwa media massa juga harus mampu menyosialisasikan toleransi terhadap perbedaan pendapat. Ketidaksepakatan seharusnya dipandang sebagai salah satu bentuk keindahan dalam demokrasi, bukan sebagai alasan untuk berkonfrontasi.
Menurut Global Terrorism Index (GTI), Indonesia termasuk dalam kategori tinggi yang terkena dampak terorisme. Pada tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat ke-35 dari 135 negara dengan indeks 4,6 (Institute for Economics and Peace, 2020).
Selama pandemi Covid-19, tercatat peningkatan 101 persen dalam transaksi keuangan mencurigakan, seperti yang dilaporkan oleh BNPT dalam laporan tahunannya pada 2021. Selain itu, penggunaan internet yang masif menjadi tantangan tersendiri, karena platform ini memudahkan para teroris untuk mendoktrin generasi muda.
Lebih jauh, Ginting mengungkapkan bahwa hasil survei Indeks Potensi Radikalisme yang dilakukan BNPT pada tahun 2023 menunjukkan bahwa mayoritas informasi keagamaan diperoleh dari pemuka agama di lingkungan sekitar.
“Hasil survei tersebut menunjukkan potensi radikalisme cenderung lebih tinggi di kalangan perempuan dan generasi muda (Gen Z dan milenial), serta mereka yang aktif di internet dan media sosial,” tambah Ginting, yang juga menjabat sebagai Ketua bidang Media, Hukum, dan Humas FKPT Jakarta.
Indeks potensi radikalisme menunjukkan bahwa perempuan memiliki tingkat radikalisasi sebesar 11,9%, milenial 11,6%, Gen Z 12,3%, sementara pencari konten keagamaan di internet mencapai 9,8%, dan mereka yang aktif menyebar konten keagamaan sebesar 13,9%.
Ginting menekankan bahwa keempat kelompok ini perlu mendapat perhatian khusus dan menjadi target utama untuk kontra narasi serta peningkatan daya tangkal, karena mereka rentan terhadap pengaruh paham radikal terorisme.
Berdasarkan penelitian ini, Ginting menyatakan bahwa penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pencegahan paham radikal terorisme. Pendekatan lunak dalam strategi penanggulangan terorisme yang diterapkan oleh BNPT menjadi salah satu cara efektif untuk menangani isu ini.
Oleh karena itu, Ginting menambahkan bahwa penguatan nilai-nilai toleransi dan kearifan lokal di suatu daerah menjadi langkah yang efektif dalam mencegah paham radikal terorisme. Salah satu contohnya adalah melalui kegiatan Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri (KENDURI) untuk mewujudkan desa siaga dengan resiliensi.
“Jadi, kita harus berusaha bersama untuk mewaspadai paham radikal terorisme sebagai bagian dari upaya pencegahan terorisme, dalam rangka merawat perdamaian, toleransi, dan kebhinekaan Indonesia,” tegas Ginting, yang didampingi oleh pengurus FKPT Jakarta, Muhammad Dahlan dan Rico Sinaga.
Acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pengurus FKPT Jakarta, termasuk Ketua Taufan Bakri, Sekretaris Rico Sinaga, dan Bendahara Muhammad Dahlan. Selain itu, terdapat narasumber lain seperti AKBP Jajang Hasan Basri dari Ditbinmas Polda Metro Jaya, Rizki Adianhar dari Kasie Media Literasi BNPT, serta Dyah Kusumawati, seorang akademisi dan praktisi film. Wakil Camat Grogol Petamburan, Plt Lurah Grogol, dan Sekkel Lurah Grogol juga turut hadir.
hni