Suara Bersama

Puluhan Nelayan Merauke Masih Ditahan di PNG, Pemda Tunggu Kepastian

Jakarta, Suarabersama.com – Pemerintah Kabupaten Merauke hingga kini belum menerima informasi resmi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Port Moresby, Papua Nugini (PNG), terkait status pemulangan puluhan nelayan asal Merauke yang masih ditahan oleh otoritas setempat. Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Merauke, Rekianus Samkakai, menyusul beredarnya kabar simpang siur di masyarakat bahwa sejumlah nelayan telah dibebaskan.

Rekianus menegaskan, berdasarkan informasi yang diterima pihaknya, sebanyak 20 nelayan asal Merauke yang ditangkap pada September 2024 di perairan Australia saat ini sedang menjalani masa tahanan berdasarkan putusan hukum yang berlaku di negara tersebut. Mereka, bersama tiga kapal, didenda sebesar Rp5 miliar, bukan Rp500 juta seperti yang sempat beredar di publik.

“Surat yang kami terima menyebutkan jumlah denda tiga kapal dan 24 orang ABK adalah Rp5 miliar. Kami sudah koordinasi dengan pemilik kapal dan keluarga, namun mereka menyatakan tidak mampu membayar,” ujar Rekianus.

Pihak keluarga pun menanyakan apakah pemerintah daerah memiliki solusi terkait kasus ini. Namun Rekianus menegaskan, pemerintah daerah tidak bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan nelayan di luar wilayah kedaulatan Indonesia, dan tetap menghormati proses hukum di negara Australia maupun PNG.

Ia mengungkapkan, dalam beberapa pekan terakhir pihaknya menerima kunjungan dari keluarga para ABK yang mempertanyakan kondisi dan keberadaan sanak keluarga mereka. Berdasarkan informasi yang tersedia, para nelayan masih ditahan di luar negeri, dan belum ada informasi resmi dari KBRI.

“Yang ditangkap terdiri dari dua kapal asal Merauke dan satu kapal cumi dari Cilacap yang ditangkap pada Maret 2025. Kami dengar kabar bahwa nelayan dari kapal cumi tersebut telah dibebaskan, namun belum ada konfirmasi resmi,” kata Rekianus.

Ia menambahkan, hingga kini pihaknya terus memantau perkembangan melalui koordinasi dengan pemerintah provinsi dan KBRI. Namun selama satu bulan terakhir, belum ada surat resmi yang diterima.

Pemerintah, lanjut Rekianus, tidak memiliki anggaran untuk membiayai proses hukum di luar negeri. Namun pihaknya tetap berupaya membantu dalam proses pemulangan, baik melalui jalur darat Skouw (Papua) maupun udara ke Bali, bila proses hukum telah selesai.

“Selama dua tahun terakhir, pemerintah provinsi sudah mendukung pemulangan nelayan yang telah menyelesaikan masa hukumannya,” ujarnya.

Rekianus juga menyampaikan bahwa terdapat 40 orang yang statusnya masih belum jelas, karena belum ada informasi resmi apakah mereka sudah dibebaskan atau belum. Ia menduga sebagian telah dibebaskan karena denda dibayarkan oleh pemilik kapal dari Cilacap, namun sebagian besar lainnya, khususnya dari dua kapal asal Merauke, masih dalam proses hukum.

“Kami imbau para pemilik kapal, ABK, dan kapten kapal agar tidak melintasi batas perairan Indonesia–PNG, karena banyak keluhan dari keluarga terkait kondisi nelayan yang sakit di tahanan, sementara kami belum dapat informasi resmi dari KBRI,” tegas Rekianus.

(HP)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine + twelve =