Suara Bersama

Pulau Sengketa Aceh-Sumut Masuk Wilayah Sumut, DPR Aceh Desak Revisi Kepmendagri

Jakarta, Suarabersama.com – Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, menjelaskan kronologi panjang mengenai status empat pulau yang menjadi sumber sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Menurut Safrizal, persoalan bermula pada tahun 2008 ketika Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, yang beranggotakan sejumlah kementerian dan lembaga negara, melakukan proses verifikasi terhadap seluruh pulau di Indonesia.

“Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” jelasnya, mengutip pernyataan dari Antara, Rabu (11/6).

Safrizal menambahkan bahwa verifikasi tersebut dikonfirmasi oleh Gubernur Aceh pada 4 November 2009. Saat itu, Provinsi Aceh secara resmi hanya mencatat 260 pulau, tidak termasuk keempat pulau yang kini disengketakan. Dokumen itu juga memuat perubahan nama dan koordinat beberapa pulau.

“Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” lanjutnya.

Sementara itu, pada waktu yang sama, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga menjalankan proses serupa. Mereka melaporkan total 213 pulau ke Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, termasuk empat pulau yang kini dipersoalkan.

“Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian, Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian, Pulau Lipan, koordinat sekian, dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” ujar Safrizal.

Laporan Sumut juga telah dikonfirmasi oleh gubernur setempat pada tahun 2009, menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif provinsi itu.

Tim verifikasi nasional ini terdiri dari perwakilan Kemendagri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial (BIG), LAPAN, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL, Topografi TNI AD, dan pemerintah daerah setempat.

Informasi yang sudah dikonfirmasi oleh Aceh dan Sumut tersebut, termasuk data pelaporan ke PBB tahun 2012, memperkuat bahwa secara administratif, keempat pulau itu tercatat sebagai bagian dari Sumatera Utara.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan bahwa keempat pulau tersebut – Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang (Mangkir Besar), dan Mangkir Ketek (Mangkir Kecil) – “tidak lagi bagian dari Provinsi Aceh.” Keempatnya kini berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.

Tito menyebut persoalan ini telah berlangsung lama, bahkan sejak tahun 1928, dan telah melalui berbagai tahapan mediasi lintas kementerian.

“Dari tahun 1928 persoalan ini sudah ada. Prosesnya sangat panjang, bahkan jauh sebelum saya menjabat. Sudah berkali-kali difasilitasi rapat oleh berbagai kementerian dan lembaga,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa konflik batas wilayah semacam ini tidak hanya terjadi di Aceh dan Sumut. Dari total sekitar 70.000 desa di Indonesia, baru sekitar 1.000 desa yang memiliki batas wilayah yang telah sah secara hukum.

Menurut Tito, penegasan batas wilayah penting untuk kepastian hukum, alokasi anggaran seperti Dana Alokasi Umum (DAU), serta perencanaan pembangunan wilayah.

“Kalau satu wilayah membangun, padahal status lahannya masuk dalam sengketa, itu bisa jadi masalah hukum. Batas wilayah harus ada kejelasan agar tidak menimbulkan persoalan administrasi ke depannya,” kata Tito.

Keputusan mengenai kepemilikan empat pulau telah dituangkan dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) tahun 2022 dan kembali ditegaskan pada April 2025. “Keputusan ini sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak,” ujarnya.

Meski demikian, Tito menekankan bahwa batas laut antara Aceh dan Sumut masih belum terselesaikan karena tidak adanya kesepakatan, sehingga kini wewenang penyelesaian berada di pemerintah pusat.

Namun keputusan ini ditolak oleh Anggota DPR RI dari Dapil Aceh I, Nazaruddin Dek Gam. Ia menuntut agar keempat pulau tersebut dikembalikan ke Aceh dan mengecam keputusan Kemendagri yang memasukkan wilayah tersebut ke Sumut.

“Saya minta Mendagri untuk segera mengembalikan pulau tersebut ke Provinsi Aceh,” tegas Dek Gam saat dihubungi, Rabu (11/6).

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × 5 =