Suara Bersama

Presiden Diminta Bantu Hentikan Konflik Bersenjata Antara TNI dan OPM di Intan Jaya

suarabersama.com-Konflik bersenjata yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, bukan saja memakan korban antara kedua belah pihak. Warga masyarakat sipil juga menjadi korban bahkan meninggalkan kampung halamannya untuk mengungsi ke kampung atau kabupaten lain demi menyelamatkan nyawa mereka. Konflik bersenjata tersebut menjadi keprihatinan semua pihak sehingga diminta kedua pihak tidak memanfaatkan perkampungan warga guna menghindari jatuh korban warga sipil.

“Presiden dan Panglima TNI perlu mengambil langkah strategis menghentikan konflik bersenjata yang melibatkan aparat TNI dan TPNPB OPM,” ujar Ketua Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Papua Tengah Tino Mote di Nabire, Ibukota Provinsi Papua Tengah, Selasa (20/05/2025).  Menurut Tino, hingga saat ini konflik bersenjata bukan saja berlangsung di tengah hutan belantara tetapi juga berlangsung di pinggiran bahkan tengah perkampungan. Kalau tak segera dihentikan, kata Tino, korban warga sipil dan kedua belah akan terus berjatuhan.

“Sejauh yang kami pantau konflik yang berlangsung malah berujung warga sipil lebih banyak menjadi korban dibanding kedua belah pihak yang berkonflik. Kami juga meminta agar pihak-pihak yang terlibat konflik jangan berlindung di balik warga sipil. Kalau kedua belah pihak jika terlibat konflik sebaiknya berada di tempat yang aman, bukan di tengah masyarakat. Tidak boleh korbankan warga sipil tak berdosa atas nama konflik bersenjata,” ujar Tino secara tegas.

Tino mengatakan, buntut konflik bersenjata di Intan Jaya, ratusan bahkan ribuan warga sipil mengungsi ke kampung, distrik atau kabupaten lain demi menghindari aksi kedua pihak yang berkonflik. Kondisi ini dipastikan juga ekonomi masyarakat terhenti dan anak-anak tidak bisa belajar dengan nyaman karena ruang kelas kosong, ujar Tino.

“Informasi yang kami peroleh, banyak warga di Intan Jaya, termasuk anak-anak masih dalam perjalanan menuju ke tempat yang lebih aman. Mereka menghindar dan menjauh dari kampung halaman karena ketakutan konflik bersenjata terjadi setiap saat”.

Pihaknya mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Intan Jaya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Tengah, Palang Merah Indonesia (PMI) agar terus memberikan atensi atas warga pengungsi, terutama terkait pemenuhan makanan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan lain kepada warga yang mengungsi buntut konflik bersenjata di Intan Jaya.

“Pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya warga sipil Intan Jaya yang mengungsi merupakan hak konstitusional sehingga wajib dipenuhi oleh negara melalui aparatur pemerintah di semua tingkatan. Namun, hal paling penting diambil saat ini adalah menghentikan konflik demi menghargai warga Intan Jaya sebagai manusia ciptaan Tuhan paling mulia. Presiden dan Panglima TNI harus segera mengambil langkah konkrit menghentikan konflik bersenjata di Intan Jaya,” ujar Tino, yang merupakan tokoh muda Papua Tengah.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Rabu (14/05/2025) juga menyerukan agar segera menghentikan  operasi militer terhadap warga di Intan Jaya. Seruan itu disampaikan menyusul laporan pihak Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua. Sekretaris Umum PGI Pendeta Darwin Darmawan mengatakan, laporan pihak Gereja Kingmi di Tanah Papua menyebut telah terjadi operasi militer pada Selasa (13/05/2025) dini hari. Operasi militer menyasar tiga kampung yaitu Kampung Sugapa lama, Jaintaapa, dan Ndugusiga, yang terletak di antara Distrik Sugapa dan Hitadipa, Intan Jaya.

“Operasi militer telah mengakibatkan korban jiwa dan pengungsian warga Gereja dari ketiga kampung tersebut. Terdapat anak kecil umur 7 tahun, namanya Minus Jegeseni. Korban mengalami luka di telinga kanan terkena serpihan peluru dan seorang perempuan dewasa (Junite Zanambani), juga terluka akibat serpihan peluru di lengan kanannya,” ujar Darmawan melalui keterangan tertulis yang diperoleh, Selasa (20/05/2025).

Menurut Darmawan, operasi militer yang menyasar perkampungan masyarakat sipil dan berdampak pada warga Gereja tidak bersalah adalah fakta yang tidak dapat diterima dan berpotensi melahirkan pelanggaran hukum dan HAM masyarakat sipil tak bersenjata, terutama anak-anak dan perempuan.

Darmawan mengatakan, ada tiga permintaan mendesak dari pihak PGI kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, dan Kapolri Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo, S.Sos, M.Si serta pimpinan TPNPB OPM.

Pertama, segera menghentikan semua bentuk apapun aksi militer/bersenjata di wilayah atau lingkungan tempat tinggal dan aktivitas masyarakat sipil untuk mencegah jatuhnya korban jiwa dari pihak yang tidak bersalah serta memberikan kesempatan kepada pihak medis pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga kemanusiaan untuk berkolaborasi memberikan bantuan kepada para korban sipil.

Kedua, segera memulihkan situasi keamanan di wilayah pelayanan Gereja di ketiga kampung tersebut dan memberikan kesempatan bagi Gereja dan lembaga kemanusiaan untuk memastikan pemulangan warga yang telah mengungsi meninggalkan ketiga Kampung dimaksud.

Ketiga, segera menjembatani “percakapan bersama” yang difasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah secara demokratis dan bermartabat antara para pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata di wilayah tersebut untuk mencegah berulangnya peristiwa yang sama dan demi mewujudkan rekonsiliasi guna tercapainya kedamaian dan ketenteraman di Papua.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

10 + 6 =