Jakarta, Suarabersama.com – Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia, sempat mengalami pneumonia bilateral sebelum wafat di usia 88 tahun. Sosok yang juga dikenal dengan sebutan Pope ini sempat menjalani perjuangan panjang melawan berbagai gangguan kesehatan serius.
Salah satu kondisi medis yang paling berat dialaminya adalah pneumonia bilateral, yakni infeksi yang menyerang kedua bagian paru-paru secara bersamaan. Penyakit ini tergolong berbahaya, terutama pada lansia atau mereka yang memiliki riwayat penyakit kronis.
Paus sempat dilarikan ke Agostino Gemelli Polyclinic Hospital pada 14 Februari 2025, setelah beberapa hari menderita bronkitis. Tak lama kemudian, kondisinya menurun dan terdiagnosis pneumonia bilateral. Penyakit ini termasuk infeksi pernapasan yang sangat berisiko, khususnya pada usia lanjut.
Apa Itu Pneumonia Bilateral yang Sempat Diidap Paus Fransiskus?
Menurut penjelasan dari WebMD, “pneumonia adalah infeksi paru-paru yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur, dan menyebabkan peradangan pada jaringan paru. Infeksi ini bisa menyerang satu sisi paru (unilateral) atau keduanya sekaligus (bilateral).”
Ketika infeksi menjangkiti kedua sisi paru-paru, kondisinya menjadi jauh lebih parah dan dikenal dengan istilah pneumonia bilateral atau pneumonia ganda.
Salah satu bentuk paling kompleks adalah bilateral interstitial pneumonia. Ini merupakan infeksi yang menyerang jaringan antar-ruang di sekitar alveoli atau kantung udara dalam paru-paru. Kondisi ini dapat mengakibatkan kekakuan jaringan paru, terbentuknya fibrosis (jaringan parut), hingga penurunan signifikan fungsi pernapasan.
Gejala Pneumonia Bilateral
Tanda-tanda umum dari infeksi pneumonia bilateral antara lain:
– Demam tinggi
– Batuk kering berkepanjangan
– Sesak napas atau napas terasa pendek
– Kelelahan berlebihan
– Nyeri dada saat batuk atau bernapas
Pada kondisi interstitial pneumonia, hasil CT Scan paru-paru sering kali menunjukkan “bercak putih yang disebut ‘ground glass opacity’, tanda ada luka atau radang pada jaringan paru.”
Siapa yang Paling Rentan?
Kelompok lansia, seperti Paus Fransiskus, masuk dalam kategori yang paling rentan mengalami pneumonia berat. Terlebih bila memiliki penyakit penyerta seperti gangguan jantung, diabetes, atau sistem imun yang lemah. Pneumonia bilateral juga kerap kali menjadi komplikasi dari infeksi virus seperti COVID-19.
Pemeriksaan dan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pneumonia bilateral, dokter biasanya melakukan sejumlah prosedur medis seperti:
– CT Scan atau foto rontgen dada
– Uji fungsi paru untuk menilai seberapa baik paru-paru bekerja
– Bronkoskopi, yaitu prosedur menggunakan alat seperti selang kecil untuk melihat bagian dalam paru
– Biopsi paru (dalam beberapa kasus) untuk memastikan jenis infeksi dan tingkat kerusakan jaringan
Pengobatan Pneumonia Ganda
Metode pengobatan pneumonia sangat tergantung pada penyebabnya. Bila disebabkan oleh virus seperti COVID-19, dokter biasanya memberikan obat antivirus seperti Paxlovid, Remdesivir, atau Molnupiravir.
“Sementara bila terjadi peradangan berat, dapat diberikan kortikosteroid seperti prednison, meski obat ini memiliki efek samping signifikan dan tidak selalu berhasil.”
Dalam kondisi yang sangat berat, pasien bisa memerlukan bantuan oksigen hingga ventilator. Di beberapa kasus, obat penekan imun seperti azathioprine, cyclophosphamide, dan rituximab digunakan untuk mengatasi peradangan kronis yang menyerang jaringan paru.