Jakarta, Suarabersama.com – Indonesia memiliki potensi signifikan untuk menciptakan hingga 96 ribu lapangan kerja melalui peningkatan kapasitas energi bersih dan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil, terutama di daerah penghasil batu bara seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru dari organisasi Energy & Climate Intelligence (EMBER) yang berjudul “Indonesia’s Expansion of Clean Power can Spur Growth and Equality.” Laporan ini melakukan analisis mendalam terhadap Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) untuk periode 2021-2030 dan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan/CIPP) Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP). Selain itu, laporan ini juga mengeksplorasi strategi untuk memasukkan transisi yang adil dalam rencana energi di tingkat provinsi.
Mengutip laporan tersebut pada Rabu (14/8/2024), proyek-proyek energi terbarukan yang akan dibangun di daerah-daerah penghasil batu bara seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan dapat mendukung transformasi ekonomi dan menciptakan peluang kerja baru. Daerah-daerah ini menghadapi risiko kehilangan lapangan pekerjaan akibat penutupan tambang batu bara seiring dengan transisi global menuju energi yang lebih bersih.
“Transisi energi Indonesia dapat menjadi lebih berkeadilan dengan melakukan transformasi pemanfaatan batu bara menjadi penggunaan yang berkelanjutan dan berfokus pada proyek energi terbarukan di wilayah-wilayah yang terkena dampak, sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja baru, serta meningkatkan kompetensi masyarakat dan daya saing daerah,” kata Dinita Setyawati, Analis Senior Kebijakan Ketenagalistrikan Asia Tenggara EMBER.
Berdasarkan RUPTL terbaru, Indonesia berencana untuk menambahkan proyek-proyek energi terbarukan dengan total kapasitas mencapai 21 gigawatt (GW) hingga tahun 2030. Di samping itu, JETP CIPP akan meningkatkan target penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 36 GW. Hasil analisis EMBER menunjukkan bahwa pembangunan proyek energi terbarukan dengan kapasitas 2,7 GW di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan dapat menciptakan sekitar 50 ribu lapangan kerja dan menarik investasi sebesar US$ 4,3 miliar.
Lebih lanjut, manfaat yang lebih besar dapat diperoleh jika rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru sebesar 2,33 GW di ketiga daerah tersebut dibatalkan dan digantikan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 5,8 GW. Langkah ini diperkirakan akan menciptakan tambahan 46 ribu lapangan kerja dan menarik investasi lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan rencana semula.
Secara keseluruhan, percepatan pengembangan energi terbarukan di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan berpotensi menarik investasi lebih dari US$ 9,4 miliar dan menciptakan 96 ribu lapangan kerja berketerampilan tinggi. Selain itu, langkah ini juga akan mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 18 juta ton CO2e, menurunkan total emisi dari saat ini yang mencapai 30 juta ton CO2e yang dihasilkan dari metana tambang batu bara dan PLTU.
“Transisi energi memberikan peluang untuk mengurangi ketergantungan terhadap batubara dan membangun ekonomi hijau di daerah penghasil batu bara serta menghindari emisi dari batu bara di daerah tersebut. Memasukkan target JETP ke dalam kebijakan dan perencanaan nasional dan daerah menjadi langkah pertama dalam merealisasikan potensi ini,” tutur Dody Setiawan, Analis Senior Iklim dan Energi Indonesia EMBER.
Temuan lain dalam laporan EMBER menunjukkan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan kembali pembangunan PLTU baru untuk menghindari risiko aset terlantar (stranded assets). Dengan proyeksi permintaan listrik yang meningkat sebesar 4,7% per tahun berdasarkan data 2023, pembangkitan listrik diperkirakan akan melebihi permintaan sebesar 42 terawatt hour (TWh) pada tahun 2030. Artinya, tanpa perlu membangun PLTU baru, Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan listriknya pada tahun 2030.
Sejak Kebijakan Energi Nasional (KEN) diperkenalkan pada tahun 2014, bahan bakar fosil, terutama batu bara, telah mengalami pertumbuhan pesat dan menyuplai hingga 81% dari total kebutuhan listrik Indonesia. Penggunaan bahan bakar fosil, khususnya batu bara, meningkat signifikan dalam dekade terakhir. Dari tahun 2013 hingga 2023, pembangkitan listrik dari bahan bakar fosil meningkat sebesar 50%, yang berdampak pada peningkatan emisi sektor listrik sebesar 86 juta ton CO2.
Tahun ini, Indonesia akan meluncurkan KEN baru yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan energi dan mempromosikan transisi energi, dengan target mencapai puncak emisi pada tahun 2035 dan mencapai nol emisi bersih pada tahun 2060. Namun, target penggunaan energi terbarukan diperkirakan akan berkurang dari 23% menjadi sekitar 17-19% pada tahun 2025.
(XLY)



