Suara Bersama

Perang Gaza Berakhir: Hamas Bebaskan Sandera Terakhir

Jakarta – Kelompok Hamas telah membebaskan sandera Israel terakhir yang masih hidup pada Senin, 13 Oktober 2025, menandai berakhirnya perang dua tahun di Gaza.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dalam pidatonya di hadapan Knesset (parlemen Israel), menyampaikan optimisme atas tercapainya titik akhir konflik berkepanjangan tersebut.

“Mimpi buruk yang panjang telah berakhir dan menyerukan transformasi kemenangan militer menjadi perdamaian abadi,” ujar Trump.

Pembebasan sandera ini dibarengi oleh repatriasi jenazah empat sandera oleh Palang Merah serta pembebasan hampir 2.000 tahanan Palestina oleh pemerintah Israel.

Di Hostage Square, Tel Aviv, ribuan warga Israel menyambut kabar ini dengan penuh sukacita. Pelukan dan tangis bahagia mengiringi kabar baik tersebut. Di sisi lain, di Tepi Barat dan Gaza, warga Palestina merayakan kebebasan kerabat mereka yang telah lama dipenjara, dalam suasana haru.

“Langit tenang, senjata diam, sirene mereda, dan matahari terbit di Tanah Suci yang akhirnya damai,” ujar Trump dalam pidatonya sebelum menuju Kairo untuk menghadiri konferensi tingkat tinggi tentang masa depan Gaza, dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 14 Oktober 2025.

Lebih dari 20 pemimpin dunia berkumpul di Sharm el-Sheikh, Mesir, guna membahas implementasi rencana 20 poin dari Presiden Trump. Konferensi ini akan menyoroti pembentukan “Dewan Perdamaian” internasional yang dipimpin Trump, serta rencana rekonstruksi Gaza yang luluh lantak akibat perang.

Konflik yang bermula dari serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 telah menyebabkan korban jiwa yang sangat besar: sekitar 1.200 warga Israel dan lebih dari 67.000 warga Palestina meninggal dunia. Selain itu, lebih dari 500.000 orang di Gaza mengalami kelaparan akut.

Tom Fletcher, Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB, menyampaikan peringatan mendesak:

“Memberikan tempat tinggal dan bahan bakar kepada orang-orang yang sangat membutuhkan, serta meningkatkan pasokan makanan dan obat-obatan secara besar-besaran”.

Namun, berbagai tantangan besar masih membayangi, terutama terkait tata kelola Gaza setelah perang, nasib akhir Hamas, dan jalan menuju terbentuknya negara Palestina — isu-isu yang selama ini selalu menyulitkan perundingan perdamaian.

Meski secara resmi perdamaian telah diumumkan, ketegangan masih terasa nyata di lapangan. Militan Hamas melancarkan operasi keamanan di Kota Gaza, yang menewaskan 32 anggota kelompok rival.

Keberadaan persenjataan Hamas di rumah sakit Nasser semakin menguatkan kekhawatiran Israel bahwa pengaruh kelompok ini belum sepenuhnya hilang.

Sementara itu, pernyataan Presiden Trump yang menyebut adanya peluang perjanjian damai antara Iran dan Israel memicu reaksi skeptis dari berbagai analis internasional.

Di tengah perayaan dan kelegaan, warga Palestina seperti Um Ahmed mengekspresikan rasa campur aduk:

“Saya senang untuk anak-anak kami yang dibebaskan, tetapi kami masih sakit hati untuk semua orang yang dibunuh dan kerusakan di Gaza,” ujar Ahmed.

Pernyataan ini mencerminkan kompleksitas proses rekonsiliasi setelah konflik berkepanjangan yang meninggalkan trauma mendalam di kedua belah pihak, serta mengubah lanskap politik dan keamanan Timur Tengah secara drastis. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fourteen − four =