suarabersama.com, Washington – Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memuncak. Presiden AS Donald Trump mengumumkan peningkatan tarif impor terhadap produk Tiongkok dari sebelumnya 145 persen menjadi 245 persen, menyusul aksi balasan tarif dari Beijing terhadap barang-barang asal AS.
Langkah agresif ini diumumkan melalui lembar fakta resmi yang dirilis Gedung Putih pada Selasa (15/4). Dalam pernyataan tersebut, pemerintah AS menyebut bahwa pengecualian atas tarif tinggi akan diberlakukan sementara untuk semua negara, kecuali Tiongkok, yang dinilai telah mengambil langkah balasan yang merugikan.
“Ketergantungan terhadap sumber asing meningkatkan risiko guncangan pada rantai pasokan serta ancaman terhadap keamanan nasional,” tulis pernyataan tersebut.
Saling Naikkan Tarif, Ketegangan Tak Terelakkan
Saat ini, AS telah menerapkan tarif hingga 145 persen terhadap barang impor asal Tiongkok, sedangkan Tiongkok membalas dengan bea masuk sebesar 125 persen untuk produk-produk dari Amerika. Kenaikan tarif menjadi 245 persen menandai eskalasi signifikan dalam perang dagang dua kekuatan ekonomi global tersebut.
Meskipun belum dikonfirmasi apakah angka 245 persen itu merupakan akumulasi tarif keseluruhan atau hanya tarif spesifik pada komoditas tertentu, pengumuman tersebut jelas mengirimkan sinyal keras kepada Beijing.
Respons dari Tiongkok
Menanggapi kebijakan baru Trump, pemerintah Tiongkok menyampaikan keberatan dan menyebut kebijakan tarif itu sebagai bentuk “tekanan ekonomi”. Namun di sisi lain, Tiongkok tetap menunjukkan ketahanan ekonominya. Pada kuartal pertama 2025, ekonomi Tiongkok tercatat tumbuh sebesar 5,4 persen, dengan kenaikan output industri sebesar 6,5 persen dan penjualan ritel tumbuh 4,6 persen dibanding tahun sebelumnya.
Meski demikian, Beijing tetap waspada terhadap kompleksitas situasi ekonomi global yang kian menantang. “Jika Amerika Serikat ingin menyelesaikan masalah melalui dialog, mereka harus berhenti melakukan tekanan sepihak,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, seperti dikutip dari NDTV.
Lin menambahkan bahwa komunikasi hanya bisa dilakukan dalam kerangka kesetaraan, saling menghormati, dan keuntungan bersama.



