Jakarta, Suarabersama.com – Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) mengungkap adanya tunggakan pajak senilai Rp12,4 miliar dari 19 wajib pajak di Kota Sorong, Papua Barat Daya. Temuan ini terungkap dalam inspeksi lapangan yang dipimpin langsung oleh Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V, Dian Patria.
Dalam operasi tersebut, KPK menyoroti sejumlah pelaku usaha besar yang masih membandel, termasuk hotel-hotel ternama dan perusahaan tambang. Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah PT Pro Intertech Indonesia, yang tercatat memiliki tunggakan terbesar mencapai Rp4,8 miliar. Perusahaan yang bergerak di sektor tambang batu pecah ini juga disebut bermasalah dalam pengelolaan lingkungan.
“Kami berikan waktu tiga hari. Jika tidak ada pelunasan, maka tindakan tegas akan diambil, mulai dari penyegelan hingga pencabutan izin,” ujar Dian saat konferensi pers di lokasi PT Pro Intertech Indonesia, kawasan Tanjung Kasuari, Selasa (29/7).
Menurut Dian, persoalan di perusahaan tersebut tidak hanya terbatas pada pajak. Pihaknya juga menemukan indikasi pelanggaran lingkungan, seperti perusakan hutan dan penyebab banjir di sekitar kawasan tambang.
Selain PT Pro Intertech Indonesia, KPK juga mendatangi sejumlah objek pajak lain, seperti Vega Hotel dan M Hotel, dengan tunggakan masing-masing sebesar Rp1,9 miliar dan Rp1,4 miliar. Plang larangan operasional pun dipasang sebagai peringatan kepada manajemen.
Kuasa hukum Vega Hotel, Jefri Lambiombir, mengakui adanya tunggakan sejak Januari hingga Mei 2025, namun berdalih kondisi tersebut dipicu minimnya kegiatan akibat situasi nasional. Ia juga mengungkap adanya piutang yang belum dibayarkan oleh KPU Kota Sorong, yang memperberat beban operasional hotel.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Sorong, Anshar Karim, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah KPK. Ia menegaskan bahwa Pemkot akan mengambil alih proses hukum jika dalam waktu tiga hari tidak ada pelunasan dari para penunggak pajak.
“Kami tidak akan mentolerir pengusaha besar yang menunggak pajak. Ini bentuk ketidakadilan. Yang kecil saja taat, masa yang besar bisa seenaknya?” tegas Anshar.
KPK menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya penertiban pajak daerah sekaligus penegakan hukum yang menyasar korporasi nakal. Pemerintah daerah dan KPK sepakat bahwa tidak boleh ada lagi pembiaran terhadap pelanggaran yang merugikan keuangan dan lingkungan daerah.