Suara Bersama

Penghapusan Nama Soeharto dari TAP MPR: Keluarga Minta Maaf

Jakarta, Suarabersama.com – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menyerahkan dokumen yang menghapus nama Presiden ke-2 RI, Soeharto, dari Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 mengenai penyelenggara negara yang bersih serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Dokumen ini diberikan kepada keluarga Soeharto, diwakili oleh kedua putrinya, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto, serta Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.

“Kami pimpinan MPR akan menyerahkan sebuah dokumen kepada perwakilan keluarga besar mantan Presiden Soeharto sebagai bentuk pelaksanaan tugas konstitusional kami untuk merespons dan menindaklanjuti surat dari Fraksi Partai Golkar Nomor 2 Tahun 2024 yang diajukan kepada kami pimpinan MPR,” jelas Ketua MPR, Bambang Soesatyo, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Sabtu (28/9/2024).

Dalam dokumen tersebut, dia menjelaskan bahwa ketetapan MPR yang menyebutkan nama Soeharto secara eksplisit dinyatakan telah dilaksanakan tanpa menghapus Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998. Dengan demikian, ini memberikan kepastian hukum bagi Soeharto.

“Proses ini, melalui berbagai fakta hukum yang muncul, pada akhirnya memberikan kepastian hukum bagi mantan Presiden Soeharto,” katanya.

Selain itu, Bamsoet menambahkan bahwa saat ini telah diterbitkan surat ketetapan perintah penghentian penuntutan (SKP3) oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2006. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 140 Ayat 1 KUHP dan keputusan Mahkamah Agung Nomor 140 PK/PDT.2015. Di samping itu, Soeharto juga telah berpulang pada 27 Januari 2008.

“Dengan mempertimbangkan berbagai fakta hukum yang ada, kami sepakat bahwa penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998 secara pribadi dinyatakan telah selesai dilaksanakan,” ujarnya.

Perlu diketahui, Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang penyelenggara negara yang bersih serta bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) memang menyebutkan nama Soeharto secara eksplisit. Dalam Pasal 4 TAP MPR 11/1998, dinyatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun, termasuk pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, serta pihak swasta/konglomerat, dengan tetap menghormati prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia.

Dalam acara silaturahmi kebangsaan yang dihadiri oleh pimpinan MPR RI bersama perwakilan keluarga Soeharto, yaitu Siti Hardijanti Hastuti Rukmana (Tutut) dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek), Bamsoet menyatakan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Soeharto memimpin Indonesia selama 32 tahun dan nama beliau telah dihapus dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998.

“Rasanya tidak berlebihan jika mantan Presiden Soeharto dipertimbangkan oleh pemerintah mendatang untuk mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional,” ujar Bamsoet ,Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini juga menekankan bahwa tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah mencari titik temu, bukan menanam benih konflik.Karena itu, Bamsoet menyatakan bahwa tidak perlu ada dendam sejarah yang diwariskan.

“Jangan ada lagi dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu, apalagi terlibat dalam berbagai peristiwa kelam di masa lalu,” tegasnya. Sebagaimana diketahui, Soeharto menjabat sebagai Presiden RI selama 32 tahun. Pemerintahan yang dikenal sebagai era Orde Baru ini tampak stabil dan berkembang secara ekonomi, namun semuanya dicapai dengan pendekatan yang otoriter dan cenderung korup.

Tutut Soeharto mewakili keluarga secara resmi meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh ayah mereka selama 32 tahun masa kepemimpinan Indonesia. “Kami juga mohon maaf jika selama ini ada kesalahan yang dilakukan bapak saat memimpin,” ujarnya.

Menurutnya, tidak ada manusia yang selalu benar, termasuk ayahnya yang menjabat sebagai Presiden RI terlama. Namun, Tutut berharap kontribusi Soeharto selama masa kepemimpinannya tetap dihargai. Dia juga mengungkapkan rasa sakit hati keluarga saat melihat ayahnya digulingkan saat reformasi. Meski begitu, Tutut menyatakan bahwa Soeharto berpesan kepada mereka untuk tidak menyimpan dendam. “Kami tidak boleh dendam. Dendam tidak akan menyelesaikan masalah. Itulah yang disampaikan Bapak kepada kami,” tuturnya.

Sementara itu, Titik Soeharto mewakili keluarga mengungkapkan rasa terima kasih karena nama ayah mereka telah dicabut dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998. “Untuk itu, kami, seperti yang disampaikan Mba Tutut, mohon maaf yang sebesar-besarnya,” kata Titiek.

Ia juga menyoroti sejumlah program sukses yang dilaksanakan selama kepemimpinan ayahnya, seperti swasembada pangan, program Keluarga Berencana (KB), dan SD Inpres. Bahkan, Soeharto dianggap berhasil memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia. “Mohon hal itu juga tidak dilupakan oleh para pemimpin pendiri bangsa dan masyarakat Indonesia,” tambahnya.

hni

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one + four =