Jakarta – Public Virtue Research Institute (PVRI) melayangkan kritik terhadap Tim Reformasi Polri yang baru saja dibentuk Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Tim yang beranggotakan 52 perwira tinggi dan menengah itu dinilai tidak memiliki konsep jelas serta minim keterlibatan unsur masyarakat.
Ketua Dewan Pengurus PVRI, Usman Hamid, menilai reformasi kepolisian tak bisa hanya digawangi internal Polri. Menurutnya, akar masalah kepolisian justru kerap berkelindan dengan kebijakan pemerintah yang dipersepsikan tidak adil oleh publik.
“Pembentukan Komisi Reformasi Polri yang direncanakan Pemerintah belum terlihat memiliki kejelasan konsep dan tujuan yang jelas, termasuk dalam melibatkan unsur masyarakat. Jika hanya digawangi anggota dari kepolisian, sulit berharap reformasi akan bermakna bagi masyarakat,” ujar Usman dalam keterangannya, Senin (22/9/2025).
Senada dengan itu, peneliti PVRI Muhammad Naziful Haq menilai komposisi tim yang seluruhnya berlatar belakang polisi berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Ia mendorong adanya keragaman anggota, mulai dari akademisi, tokoh masyarakat sipil, hingga figur independen yang berintegritas.
“Harusnya ada keterlibatan berbagai latar belakang agar reformasi tidak sekadar formalitas, tapi membawa penyegaran struktural maupun kultural,” katanya.
Kapolri sebelumnya meneken Surat Perintah bernomor Sprin/2749/IX/TUK.2.1/2025 tertanggal 17 September 2025 tentang pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri. Tim tersebut diketuai Kalemdiklat Polri Komjen Pol Chryshnanda Dwilaksana, dengan Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo sebagai penasihat, serta Kapolri sendiri sebagai pelindung.
Meski demikian, kritik terhadap pembentukan tim ini kian menguat. Banyak pihak menilai tanpa partisipasi publik, upaya reformasi hanya akan berjalan di tempat dan tidak menyentuh persoalan mendasar yang selama ini menjadi sorotan masyarakat.
(HP)