Suara Bersama

Pemerintah Tegaskan Komitmen Pendekatan Dialogis di Papua, Meski Situasi Kerap Memanas

JAKARTA, — Pemerintah kembali menegaskan bahwa pendekatan dialogis tetap menjadi prinsip utama dalam menangani konflik di Papua. Namun, dinamika di lapangan kerap memaksa aparat untuk mengambil langkah keamanan yang bersifat represif ketika situasi tidak memungkinkan.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa dialog selalu menjadi jalur utama yang diambil pemerintah, namun eskalasi di lapangan seperti insiden bersenjata di Intan Jaya kerap menghadirkan tantangan baru.

“Kita selalu mengedepankan pendekatan dialog. Tetapi kalau di lapangan terjadi hal-hal yang tidak kondusif, aparat tentu harus merespons dengan pertimbangan keamanan,” ujar Hasan dalam diskusi publik bertajuk “Bagaimana Visi Kesehatan Era Prabowo?” di Jakarta.

Insiden kontak tembak yang terjadi pada 13–14 Mei 2025 di Distrik Sugapa, Intan Jaya, menjadi sorotan. Pihak TNI menyebut 18 anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tewas dalam operasi tersebut, sementara seluruh prajurit TNI dilaporkan selamat. Namun, laporan mengenai korban sipil masih simpang siur.

Sekda Intan Jaya, Asir Mirip, menyebut terdapat lima warga yang tewas, termasuk seorang pendeta, rohaniwan, serta warga difabel. Setelah ditelusuri, salah satu di antaranya diketahui merupakan anggota KKB, sementara tiga lainnya belum ditemukan dan diduga turut menjadi korban dalam kontak senjata.

Konflik bersenjata semacam ini bukan pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, pada April 2025, serangan KKB di Kabupaten Yahukimo menewaskan 11 penambang emas tradisional. Dalam catatan Kompas, setidaknya sembilan insiden kekerasan terjadi di Papua sepanjang 2024 hingga pertengahan 2025.

Namun demikian, pendekatan keamanan pemerintah masih menuai kritik. Peneliti senior CSIS, Vidhyandika Djati Perkasa, menyatakan bahwa pendekatan militeristik masih terlalu dominan, dan masyarakat Papua belum melihat bentuk nyata dari strategi dialogis yang diklaim pemerintah.

“Masyarakat Papua tidak dilibatkan secara utuh dalam penyelesaian konflik. Lembaga adat seperti Majelis Rakyat Papua (MRP) atau DPR Papua juga kerap diabaikan,” ujarnya.

Menurutnya, akar persoalan Papua yang menyangkut keadilan, hak asasi manusia, dan representasi lokal belum dijadikan prioritas. Tanpa upaya menyentuh esensi persoalan tersebut, kekerasan berisiko terus berulang dan memperdalam luka kolektif masyarakat Papua.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × 4 =