Jakarta, suarabersama.com – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi, angkat bicara terkait polemik tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dalam klarifikasinya, ia menegaskan bahwa lokasi tambang tidak berada di kawasan wisata seperti yang ramai diberitakan di media sosial.
Fahrur Rozi, yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris PT Gag Nikel—perusahaan pengelola tambang di wilayah tersebut—menyebut bahwa Pulau Gag telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) resmi sejak 2017, dan sebelumnya izin eksplorasi telah berlaku sejak 1998.
“Banyak beredar foto hasil editan AI yang menyandingkan keindahan Piaynemo dengan gambar aktivitas tambang, seolah-olah tambang berada di kawasan wisata. Ini sangat menyesatkan,” kata Fahrur dalam pernyataan tertulis, Senin (9/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa secara geologis, kawasan wisata Piaynemo terdiri dari batuan karst berbahan dasar batu gamping, yang tidak mengandung unsur nikel. Sementara nikel, lanjutnya, hanya bisa ditemukan di batuan ultrabasa seperti laterit atau peridotit. “Secara ilmiah, wilayah seperti Piaynemo tidak memiliki potensi nikel dan tidak mungkin untuk ditambang,” ujarnya.
Fahrur menegaskan pentingnya menyampaikan informasi yang akurat ke publik, dan mengingatkan agar narasi-narasi keliru tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak berkepentingan, termasuk yang mendorong agenda separatisme.
“Ini bukan soal pro atau kontra tambang, tapi soal tanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Narasi menyesatkan bisa merusak kepercayaan publik,” tegasnya.
Terkait tudingan bahwa kegiatan tambang merusak lingkungan Raja Ampat, Fahrur menantang pihak yang menyebarkan informasi tersebut untuk membuktikan bentuk pencemaran yang dimaksud. Ia meminta masyarakat untuk menunggu hasil pemeriksaan resmi dari kementerian terkait, bukan bersandar pada spekulasi di media sosial.
Lebih lanjut, Fahrur menyebut bahwa PT Gag Nikel beroperasi sesuai aturan AMDAL dan menjalani pengawasan rutin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta instansi terkait.
“Isu lingkungan tetap penting, tapi harus disampaikan dengan jujur. Mari kita lindungi Raja Ampat dengan menyebarkan fakta, bukan hoaks dan manipulasi,” tutupnya.
(HP)



