Jakarta, Suarabersama.com – Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, wafat di tempat tinggalnya di Casa Santa Marta, Vatikan, pada Senin, 21 April 2025, pukul 09.45 waktu setempat. Kabar duka itu diumumkan oleh Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo Kamar Apostolik. Paus Fransiskus mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 88 tahun.
Paus Fransiskus sempat dirawat di Rumah Sakit Poliklinik Agostino Gemelli sejak 14 Februari 2025 akibat bronkitis yang kemudian berkembang menjadi pneumonia bilateral. Setelah 38 hari perawatan intensif, beliau kembali ke Casa Santa Marta untuk pemulihan, namun kondisi klinisnya terus menurun hingga akhirnya berpulang satu hari setelah perayaan Paskah.
Meski dalam kondisi lemah, Paus tetap menyampaikan pesan-pesan damai pada Hari Raya Paskah, termasuk seruan gencatan senjata di Gaza. Dalam momen itu, ia hanya muncul sesaat di balkon Basilika Santo Petrus, sementara pesannya dibacakan oleh ajudan.
Wafatnya Paus Fransiskus disambut duka mendalam di seluruh dunia, termasuk dari para tokoh lintas agama di Indonesia.
Menteri Agama dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, mengenang kunjungan Paus ke Indonesia pada 2024, di mana beliau menyampaikan pernyataan global bersama dan mengunjungi Masjid Istiqlal. Nasaruddin menyebut Paus sebagai sahabat umat beragama Indonesia.
Kardinal Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, menyampaikan rasa kehilangan yang mendalam. “Bukan hanya umat Katolik, tetapi seluruh bangsa kita sungguh-sungguh merasakan kehilangan,” ujarnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengenang sosok Paus sebagai pribadi yang bersahaja dan penuh kasih. Ia menyebut Paus sebagai tokoh humanis dan penebar damai yang inklusif.
Dari Nahdlatul Ulama, Yahya Cholil Staquf menyatakan bahwa NU akan melanjutkan semangat kemanusiaan Paus. “Beliau teladan paripurna dalam membela umat manusia tanpa membedakan latar belakang,” ujarnya.
Ketua PGI, Jacklevyn F. Manuputty, menyebut Paus Fransiskus sebagai “suara profetik di tengah dunia yang bising oleh politik identitas.” Ia juga menggarisbawahi peran Paus dalam memuliakan kemanusiaan dan menjaga bumi.
Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum MUI, menyatakan dunia berduka atas wafatnya tokoh cinta damai ini. Ia menyoroti hubungan erat Paus dengan tokoh-tokoh Islam dunia, termasuk di Indonesia.
Sementara itu, Monsinyur Antonius Subianto Bunjamin, Ketua KWI, mengenang momen hangat ketika Paus Fransiskus mengunjungi kantor KWI dan berinteraksi langsung dengan penyandang disabilitas. “Beliau selalu membuka diri, bahkan saat lelah. Kehangatannya tak pernah pudar,” ungkapnya.
Selama masa kepemimpinannya sejak Maret 2013, Paus Fransiskus dikenal sebagai pembaharu dalam Gereja Katolik dan tokoh moral global. Ia menolak kemewahan, memilih hidup sederhana, dan menjadikan kasih serta perdamaian sebagai pilar utama pelayanannya. Prinsip hidupnya miserando atque eligendo—rendah hati dan terpilih—menjadi cerminan nilai yang ia wariskan.
Kepergiannya menandai akhir dari sebuah era kepausan yang menekankan kasih lintas batas dan perjuangan tak henti untuk dunia yang lebih adil dan damai.
(HP)



