Jakarta – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden paparan radioaktif Cesium-137 di kawasan industri Cikande, Serang, Banten. Ia menilai peristiwa ini menjadi peringatan serius atas lemahnya sistem pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang seharusnya dijalankan secara efektif dan berkelanjutan.
“Insiden ini tidak hanya menyangkut pencemaran lingkungan, tetapi juga menyentuh aspek fundamental perlindungan tenaga kerja dan kesehatan masyarakat,” ujarnya, Kamis (9/10/2025).
Sebagaimana diketahui, per 7 Oktober 2025, pemerintah mendeteksi 32 titik paparan radiasi, dengan 10 titik berada di luar kawasan industri dan 22 titik lainnya di dalam area tersebut. Kementerian Kesehatan pun telah memeriksa 1.562 orang, baik pekerja maupun warga sekitar. Dari hasil tersebut, 9 orang terindikasi positif terpapar melalui whole body counter, dan 6 orang melalui surveymeter.
Kejadian ini mencuat setelah beberapa pelabuhan di Amerika Serikat menolak produk udang beku asal Indonesia karena terdeteksi adanya radiasi pada kontainer, yang memicu penyelidikan lintas lembaga di Indonesia. Investigasi menemukan bahwa sumber radiasi berasal dari aktivitas industri logam, bukan dari sektor perikanan.
Cesium-137, yang lazim digunakan dalam peralatan industri, bukanlah zat alami dan memiliki potensi besar mencemari lingkungan serta rantai makanan. Paparannya dapat menyebabkan gangguan organ, kerusakan sel, dan meningkatkan risiko kanker. FDA Amerika Serikat sebelumnya juga menemukan kandungan Cesium-137 pada cengkeh asal Indonesia, meski masih dalam batas aman.
Yahya menegaskan bahwa penanganan kasus ini harus bersifat lintas sektoral, melibatkan Kemenkes, Kemenaker, Bapeten, BPJS Ketenagakerjaan, dan BPJS Kesehatan. Ia mendesak agar tidak ada lagi masyarakat atau pekerja yang menjadi korban karena lemahnya pengawasan terhadap limbah B3 di kawasan industri.
“Paparan Cesium-137 bukan sekadar ancaman jangka pendek. Ini bisa menimbulkan dampak kesehatan serius dalam jangka panjang, mulai dari gangguan organ, kerusakan sistem saraf, hingga peningkatan risiko kanker. Pemerintah tidak boleh hanya bertindak saat kejadian sudah terjadi,” tegas Yahya.
Sebagai pimpinan komisi yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan, Yahya juga mendorong pemeriksaan kesehatan berkala dan menyeluruh, serta penyediaan layanan kesehatan yang mudah diakses di sekitar lokasi terdampak. Ia menekankan pentingnya penguatan pengawasan K3, khususnya di sektor industri berisiko tinggi.
Selain itu, Yahya menuntut agar perlindungan sosial bagi pekerja segera diaktifkan, dan BPJS Ketenagakerjaan memastikan jaminan penuh bagi para pekerja terdampak. “Negara harus hadir memperhatikan kepentingan rakyat, khususnya pekerja. Jangan sampai ada yang merasa dibiarkan berjuang sendiri menghadapi dampak dari kelalaian industri,” ujarnya.
Ia juga mendesak Kementerian Ketenagakerjaan melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan di kawasan berisiko, serta memastikan semua protokol keselamatan radiasi dijalankan. Perusahaan yang terbukti lalai harus diberi sanksi tegas karena telah merugikan masyarakat dan negara.
Lebih jauh, Yahya meminta adanya percepatan sertifikasi nasional K3, khususnya bagi industri yang menangani limbah B3 dan zat radioaktif. Menurutnya, lemahnya koordinasi antarlembaga dan sistem pengawasan menjadi akar persoalan yang harus segera dibenahi.
“Ini bukan hanya soal teknis industri, tetapi menyangkut keselamatan warga dan masa depan dunia kerja kita. DPR RI akan terus mengawal agar perbaikan ini berjalan nyata,” pungkasnya. (*)