Jakarta, Suarabersama.com – Seiring dengan kemajuan teknologi, kemungkinan terjadinya praktik politik uang lewat transfer langsung ke rekening calon pemilih semakin berpotensi pada Pilkada 2024.
Wawan Sobari, seorang pengamat politik dari Universitas Brawijaya, mengungkapkan bahwa bentuk baru dari praktik politik uang ini bisa saja terjadi pada Pilkada 2024 mendatang. Meskipun demikian, ia menekankan bahwa calon atau pihak yang memberi uang tersebut akan menghadapi risiko yang lebih besar karena jejak digital yang ditinggalkan.
“Metode tersebut sebenarnya memungkinkan untuk ditangkap dalam bentuk layar dan dilaporkan. Artinya, hal ini justru merugikan bagi calon atau pihak yang memberi uang,” jelas Wawan Sobari.
Namun, masyarakat juga perlu mewaspadai beberapa strategi yang mungkin digunakan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan praktik tersebut. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan jasa layanan fintech untuk melakukan transaksi.
“Melalui jasa ini, PPATK akan sulit melacak apabila perusahaan fintech itu dari pihak swasta,” ujarnya. Apalagi, jika praktik politik uang tersebut tidak dilakukan secara langsung oleh calon, melainkan oleh pihak ketiga, seperti misalnya tim sukses, keluarga, organisasi, atau pihak-pihak lain yang terkesan tidak berpihak.
Dalam hal ini, menurut Wawan, proses pengusutan perkara akan menjadi jauh lebih rumit. “Selain itu, ada modus politik uang lain yang perlu diwaspadai, seperti pemberian voucer belanja atau pulsa,” tambahnya.
Karena itu, Wawan berharap agar Bawaslu dan aparat penegak hukum memperketat pengawasan terhadap praktik politik uang selama Pilkada 2024. Ia mengusulkan agar Bawaslu bekerja sama dengan perusahaan fintech untuk memantau potensi praktik tersebut. “Namun, pertanyaannya adalah apakah ada aturan turunannya terkait hal ini. Ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan wakil rakyat,” ungkapnya.
Di sisi lain, Wawan menekankan pentingnya pendidikan politik dan sosialisasi tentang bahaya politik uang. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar memilih pemimpin yang berintegritas dan menolak praktik politik uang. “Saat ini, Bawaslu telah meluncurkan program pengawasan partisipatif yang melibatkan masyarakat dalam memantau pelanggaran pemilu. Saya rasa ini adalah terobosan yang sangat baik untuk mengurangi pelanggaran pemilu secara umum,” tandasnya.
hni