Jakarta, Suarabersama.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan untuk bulan Juli 2024 mengalami surplus sebesar US$ 0,47 miliar. Nilai ekspor pada Juli tercatat mencapai US$ 22,21 miliar, naik 6,55% dibandingkan dengan Juni 2024. Di sisi lain, nilai impor mencapai US$ 21,74 miliar, mengalami kenaikan 17,82%.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa pada Juli 2024, fluktuasi harga komoditas di pasar internasional sangat beragam. Komoditas pertanian dan logam mineral mengalami penurunan harga, sementara harga energi meningkat didorong oleh kenaikan harga minyak mentah. Harga logam mulia, terutama emas, mengalami kenaikan.
“Dari sisi permintaan pada Juli 2024, PMI manufaktur di negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang mengalami kontraksi. Ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sektor manufaktur di negara-negara tersebut, sementara India masih berada di zona ekspansif,” kata Amalia di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2024).
BPS mencatat bahwa nilai ekspor pada Juli 2024 mencapai US$ 22,21 miliar, yang meningkat 6,55% dibandingkan dengan Juni 2024. Nilai ekspor Migas tercatat US$ 1,42 miliar, naik 15,57%, sedangkan ekspor non-migas meningkat 5,98% menjadi US$ 20,79 miliar.
Peningkatan ekspor pada bulan Juli terutama disebabkan oleh kenaikan ekspor non-migas, seperti biji logam terak dan abu yang naik 3.973,44% dengan kontribusi 3,32%. Logam mulia dan perhiasan mengalami kenaikan 51,51% dengan kontribusi 1,28%, sedangkan mesin dan perlengkapan elektrik meningkat 14,89% dengan kontribusi 0,81%. Sementara itu, kenaikan ekspor Migas terutama dipicu oleh peningkatan ekspor hasil minyak yang menyumbang kontribusi sebesar 0,82%.
“Secara tahunan, nilai ekspor Juli 2024 meningkat sebesar 6,46%. Peningkatan ini terutama didorong oleh kenaikan ekspor non-migas, khususnya logam mulia dan perhiasan, biji logam terak dan abu, serta kakao dan olahannya,” ujar Amalia.
Pada Juli 2024, total ekspor non-migas mencapai US$ 20,79 miliar. Jika dirinci berdasarkan sektor, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berkontribusi sebesar US$ 0,50 miliar, sektor pertambangan dan lainnya sebesar US$ 3,77 miliar, dan sektor industri pengolahan sebesar US$ 16,51 miliar.
Peningkatan nilai ekspor non-migas secara bulanan terutama terjadi pada sektor pertambangan dan lainnya, yang naik 19,51% dengan kontribusi 2,96%. Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh naiknya nilai ekspor bijih tembaga, aspal, bijih titanium, batu apung, dan sejenisnya. Secara tahunan, semua sektor mengalami peningkatan, terutama sektor industri pengolahan yang naik 4,56% dengan kontribusi 3,46%.
Total ekspor kumulatif dari Januari hingga Juli 2024 mencapai US$ 147,30 miliar, turun 1,47% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan ekspor non-migas yang mencapai US$ 137,98 miliar, turun 1,75%, sementara ekspor Migas mencapai US$ 9,32 miliar, naik 2,83%.
“Jika dilihat berdasarkan sektor, penurunan ekspor non-migas secara kumulatif terutama terjadi di sektor pertambangan dan lainnya, yang menjadi faktor utama penurunan kinerja ekspor non-migas dari Januari hingga Juli 2024 dengan kontribusi penurunan sebesar 2,55%,” ungkap Amalia.
Amalia juga menambahkan, jika dilihat dari negara dan kawasan tujuan utama ekspor, nilai ekspor non-migas ke Tiongkok tercatat sebesar US$ 31,85 miliar, turun 8,58% dibandingkan periode Januari-Juli 2023.
Sementara itu, nilai impor pada Juli 2024 tercatat mencapai US$ 21,74 miliar, naik 17,82% dibandingkan dengan Juni 2024. Impor Migas mencapai US$ 3,56 miliar, naik 8,78% secara bulanan, sedangkan impor non-migas mencapai US$ 18,18 miliar, meningkat 19,76% secara bulanan.
Kenaikan nilai impor bulanan terutama disebabkan oleh peningkatan impor non-migas dengan kontribusi 16,26%, sementara kontribusi peningkatan impor Migas adalah 1,56%. Secara tahunan, nilai impor Juli 2024 meningkat 11,07%, dengan kenaikan masing-masing nilai impor Migas dan non-migas sebesar 13,59% dan 10,60%. Kenaikan impor Migas terutama didorong oleh peningkatan volume dan rata-rata harga agregat.
“Secara spesifik, kelompok Migas yang mengalami peningkatan nilai impor cukup tinggi adalah hasil minyak, yang meningkat 30%. Sementara itu, peningkatan nilai impor non-migas lebih dipicu oleh kenaikan volume sebesar 31,74%,” ungkap Amalia.
“Pada Juli 2024, neraca perdagangan barang tercatat surplus sebesar US$ 0,47 miliar, turun US$ 1,92 miliar secara bulanan. Surplus Juli 2024 ini lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya maupun bulan yang sama tahun lalu,” jelasnya.
Surplus neraca perdagangan Juli 2024 ditopang oleh surplus pada komoditas non-migas sebesar US$ 2,61 miliar, dengan komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral, seperti batu bara, lemak dan minyak nabati, serta besi dan baja. Surplus neraca perdagangan non-migas Juli 2024 ini lebih rendah dibandingkan bulan lalu maupun bulan yang sama tahun sebelumnya.
“Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas Migas tercatat defisit sebesar US$ 2,13 miliar, dengan komoditas penyumbang defisit utama adalah hasil minyak dan minyak mentah. Defisit neraca perdagangan Migas Juli 2024 lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya maupun bulan yang sama tahun lalu,” tutup Amalia.
(XLY)



