Suara Bersama

MKD Resmi Putuskan Sanksi Etik untuk Tiga Anggota DPR Nonaktif

Jakarta – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR resmi menjatuhkan sanksi terhadap tiga dari lima anggota DPR nonaktif terkait gelombang demonstrasi pada 25–31 Agustus lalu.

Sidang putusan tersebut digelar Rabu (5/11) setelah MKD meminta keterangan sejumlah ahli dan saksi dalam persidangan sebelumnya yang berlangsung selama dua hari pada Senin (3/11).

Tiga anggota DPR yang dijatuhi sanksi adalah Ahmad Sahroni (NasDem) dengan penonaktifan enam bulan, Nafa Urbach (NasDem) selama tiga bulan, dan Eko Patrio (PAN) dengan penonaktifan empat bulan.

Sanksi ini mulai berlaku sejak ketiganya dinonaktifkan oleh partai masing-masing pada akhir Agustus lalu. Selama menjalani masa penonaktifan, mereka juga tidak akan menerima hak keuangan maupun tunjangan.

“Selama masa penonaktifan tidak mendapatkan hak keuangan,” ujar Hakim MKD Adang Daradjatun di Gedung DPR.

MKD menilai, Ahmad Sahroni dijatuhi sanksi karena pernyataannya yang dianggap kurang bijak saat menanggapi usulan pembubaran DPR.
Nafa Urbach dikenai sanksi atas komentarnya mengenai tunjangan rumah dinas DPR, sedangkan Eko Patrio disanksi karena menanggapi kritik publik terkait kenaikan gaji DPR dengan membuat parodi di media sosial.

“Seharusnya teradu lima, Ahmad Sahroni menanggapi dengan pemilihan kata yang pantas dan bijaksana. Tidak menggunakan kata-kata yang tidak pas,” kata hakim MKD, Imron Amin.

Sementara itu, dua anggota DPR lainnya, Uya Kuya dan Adies Kadir, dinyatakan tidak melanggar etik. MKD pun memerintahkan agar keanggotaan keduanya segera diaktifkan kembali.

Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MKD Imron Amin menyebut pernyataan Adies Kadir, yang kala itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar, tidak bermaksud menghina atau melecehkan pihak mana pun.

“Mahkamah berpendapat teradu satu, Adies Kadir tidak memiliki niat untuk melecehkan siapapun atau menghina siapapun. Klarifikasi yang dilakukan teradu satu Adies kadir sudah sangat tepat,” kata Imron.

Adapun aksi joget Uya Kuya saat Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus juga dinilai tidak memiliki unsur merendahkan siapa pun. Berdasarkan keterangan ahli, MKD menilai aksi itu bukan dalam rangka merayakan kenaikan gaji DPR.

“Mahkamah berpendapat bahwa Surya Utama [Uya Kuya] justru adalah korban pemberitaan bohong,” kata Imron.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

11 − six =