Jakarta, Suarabersama.com – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Rabu (20/8) malam memerintahkan militer segera menduduki Kota Gaza. Perintah itu dikeluarkan meski para perunding dari Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat telah menyampaikan usulan gencatan senjata dua hari sebelumnya.
Dalam pernyataan resmi di platform X, kantor Netanyahu menyebut ia telah menginstruksikan agar “jadwal merebut benteng Hamas dan mengalahkan kelompok perlawanan Palestina itu dipercepat.”
Sejalan dengan instruksi tersebut, militer Israel mulai mengirimkan panggilan mobilisasi kepada 60.000 tentara cadangan setelah Menteri Pertahanan Katz menyetujui Operasi Gideon’s Chariots 2, rencana pendudukan penuh Kota Gaza. Operasi ini merupakan lanjutan dari serangan militer pada Mei lalu yang dinilai gagal mencapai tujuan utama, yakni menghancurkan Hamas dan membebaskan seluruh sandera.
Meski mengklaim telah menguasai 75 persen wilayah Gaza, sejumlah mantan politisi dan pejabat militer Israel mengakui operasi sebelumnya tidak berhasil menuntaskan target. Kini, Divisi ke-98 kembali dikerahkan sehingga total ada lima divisi yang terlibat dalam operasi baru. Pasukan Israel dilaporkan sudah berada di pinggiran Kota Gaza, termasuk kawasan Zeitoun, serta melakukan operasi persiapan di Jabalia, Gaza utara.
Menurut laporan media Israel Yedioth Ahronoth, Netanyahu memandang pendudukan Gaza sebagai cara menekan Hamas agar menerima kesepakatan komprehensif sesuai syarat Israel, termasuk pelucutan senjata, pengasingan pimpinan Hamas, serta pengucilan kelompok itu dari pemerintahan mendatang.
Di sisi lain, usulan gencatan senjata yang disetujui Hamas mencakup penghentian perang selama 60 hari, pertukaran tahanan, penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza, serta peningkatan bantuan kemanusiaan. Namun, hingga lebih dari 48 jam sejak diterima, Israel belum memberikan tanggapan resmi. Netanyahu menegaskan kebijakan Israel tetap tidak berubah: menuntut pembebasan 50 sandera sekaligus.
Sejak Oktober 2023, agresi militer Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 62.100 warga Palestina. Serangan tanpa henti itu menghancurkan wilayah Gaza dan memicu krisis kelaparan parah.
Israel kini menghadapi tekanan hukum internasional. Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu, Israel juga digugat di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida di Palestina.
(HP)



