Jakarta, Suarabersama.com – Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, mendesak aparat kepolisian untuk segera mengusut aksi teror pengiriman bangkai kepala babi dan tanah kepada dua mahasiswa asal Papua di Denpasar, Bali. Peristiwa yang dinilai sebagai bentuk intimidasi rasial ini terjadi pada Jumat, 6 Juni 2025.
“Aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan atas kejadian ini dan memastikan pelaku bertanggung jawab,” ujar Pigai dalam pernyataan resminya, Selasa (10/6/2025).
Menurut Pigai, tindakan teror terhadap mahasiswa Papua adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar sebagai warga negara, khususnya hak atas rasa aman dan bebas dari intimidasi dalam menempuh pendidikan. Ia menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban menjamin kebebasan belajar tanpa rasa takut bagi seluruh mahasiswa, tanpa memandang asal-usul.
“Kita bersama perlu menjamin agar kejadian serupa tidak terulang kembali demi menjaga kehidupan damai di tengah masyarakat yang majemuk,” tambahnya.
Peristiwa ini dialami oleh dua aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Wemison Enembe dan Yuberthinus Gobay. Mereka menerima dua paket mencurigakan yang dikirim melalui ojek daring ke alamat kontrakan dan asrama mahasiswa Papua (ASPURA) di Denpasar. Paket tersebut awalnya diklaim berisi buku berjudul Papua Bergerak, namun ternyata berisi kepala babi busuk, tanah hitam, dan tulang.
AMP menyatakan bahwa tindakan ini merupakan bentuk teror yang terencana, ditujukan untuk melemahkan mental mahasiswa Papua yang kritis terhadap isu-isu sosial politik. Organisasi itu menuntut kepolisian untuk segera mengusut tuntas pelaku, menjamin keamanan mahasiswa Papua, dan menciptakan ruang aman dari segala bentuk intimidasi.
“Kami minta pihak kepolisian untuk segera usut tuntas pelaku teror dan intimidasi terhadap mahasiswa yang sedang berkuliah di Bali,” tegas AMP dalam pernyataannya.
AMP juga mengutip Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan yang dapat dikenakan sanksi pidana kepada pelaku.
Menutup pernyataannya, Natalius Pigai menyatakan bahwa Kementerian HAM akan mengkaji data dan bukti yang tersedia untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dan langkah penanganan lanjutan.
(HP)