Suara Bersama

Mensesneg: Rojali dan Rohana Jadi Alarm Daya Beli Masyarakat

Jakarta, Suarabersama.com – Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, memberikan tanggapan terkait maraknya istilah Rombongan Jarang Beli (Rojali) dan Rombongan Hanya Nanya (Rohana) yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Menurut Prasetyo, fenomena ini merupakan refleksi dari kondisi perekonomian yang masih perlu banyak dibenahi.

Istilah Rojali dan Rohana muncul di tengah ketidakpastian ekonomi dalam beberapa bulan terakhir, dan menjadi respons publik terhadap situasi tersebut.
“Saya terus terang tidak terlalu gembira dengan istilah itu. Menurut pendapat saya, istilah itu jangan dijadikan sebagai sebuah joke atau lelucon. Itu adalah sebuah lecutan bagi kita bahwa memang masih banyak yang harus kita perjuangkan, masih banyak yang harus kita benahi,” tegas Prasetyo dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.

Prasetyo mengakui bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi nasional kuartal II-2025 tercatat mencapai 5,12 persen, angka tersebut tidak bisa mewakili seluruh kondisi masyarakat. Masih ada kelompok warga yang hidup pada desil 1-2, atau berada dalam garis kemiskinan dan bahkan kategori miskin ekstrem.
Fenomena Rojali dan Rohana menjadi bukti bahwa daya beli masyarakat masih belum pulih sepenuhnya.

Ia menegaskan bahwa kedua istilah itu bukan bahan candaan, melainkan pengingat penting agar semua pihak bekerja keras meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mendorong investasi, dan mengurangi kebocoran anggaran, seperti sering disampaikan Presiden.
“Bahwa masih ada kelompok saudara-saudara kita yang memang masih harus bekerja terus mendorong pertumbuhan ekonomi kita lebih optimal lagi, mendorong investasi kita lebih optimal lagi, mengurangi kebocoran-kebocoran sebagaimana yang Bapak Presiden sering sampaikan,” kata Prasetyo.

Sebagai informasi, istilah Rojali merujuk pada kelompok masyarakat yang sering mendatangi pusat perbelanjaan namun jarang melakukan transaksi pembelian, sedangkan Rohana mengacu pada pengunjung yang banyak bertanya soal produk, harga, atau diskon, namun tidak kunjung membeli. Kedua istilah ini dianggap merefleksikan pelemahan daya beli masyarakat di lapangan.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

19 + 3 =