Suara Bersama

Menkes Wajibkan Sertifikat Halal dan HACCP untuk MBG

Jakarta – Pemerintah menetapkan bahwa setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) wajib memiliki dua sertifikat penting: Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) dan Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).

Anggota Komisi IX DPR, Nurhadi, menyampaikan bahwa keberadaan sertifikat belum tentu menjamin mutu layanan di dapur MBG.

“Sertifikat tidak otomatis menjamin peningkatan kualitas layanan apabila tidak dibarengi dengan sistem pengawasan yang konsisten, pembinaan yang berkelanjutan, serta peningkatan kompetensi para tenaga gizi di lapangan,” ujarnya kepada media, Jumat (2/10/2025).

Ia juga menegaskan bahwa permasalahan utama di lapangan sering kali bukan disebabkan ketiadaan sertifikasi, melainkan lemahnya sistem pengawasan serta rendahnya kemampuan operasional.

“Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa banyak masalah justru muncul bukan karena absennya sertifikat, tetapi karena lemahnya supervisi, minimnya kapasitas, dan kurangnya budaya mutu di tingkat operasional,” jelas Nurhadi.

Penambahan kewajiban sertifikasi ini, menurutnya, berpotensi menyusutkan jumlah SPPG yang mampu memenuhi standar. Akibatnya, sejumlah penyelenggara terpaksa tersingkir karena terbebani oleh biaya serta proses administratif yang rumit.

“Konsekuensinya, akses layanan MBG bisa terganggu, dan yang paling dirugikan adalah pasien serta masyarakat luas. Jangan sampai niat baik meningkatkan standar justru berbalik menjadi hambatan dalam keberlangsungan program gizi nasional,” imbuhnya.

Nurhadi juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam kebijakan tersebut. Sertifikasi memang penting, namun tidak boleh menekan atau menyulitkan pihak pelaksana di lapangan.

“Yang dibutuhkan bukan sekadar sertifikasi, tetapi juga ekosistem pembinaan yang kuat,” katanya.

Ia menyarankan agar Kementerian Kesehatan bersama Badan Gizi Nasional menyiapkan masa transisi yang wajar, serta memberikan dukungan teknis agar SPPG bisa menyesuaikan diri. Tanpa ini, sertifikasi hanya akan menjadi beban administratif semata.

“Saya ingin menekankan, sertifikasi harus ditempatkan sebagai alat untuk membangun budaya mutu, bukan sekadar formalitas. Jika pengawasan, pembinaan, dan peningkatan kapasitas berjalan konsisten, maka sertifikasi ini akan bermakna. Namun jika tidak, maka yang akan kita lihat hanyalah berkurangnya jumlah SPPG yang aktif, akses pasien yang makin terbatas, dan program MBG yang terganggu. Inilah yang perlu diantisipasi sejak awal,” kata Nurhadi.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bersama Badan Gizi Nasional (BGN) telah menyepakati bahwa dapur MBG harus memenuhi standar HACCP. Sertifikasi ini berfokus pada manajemen risiko serta standar gizi dalam proses penyajian makanan.

“Kita juga membereskan masalah sertifikasinya. Jadi standar minimum SPPG-nya. Kita juga sudah menyepakati BGN akan mewajibkan sertifikasi layak higiene dan sanitasi dari Kemenkes. Kemudian ada proses HACCP untuk prosesnya, terutama berkaitan dengan standar gizi dan manajemen risikonya,” terang Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

Tak hanya itu, Budi menyebut bahwa SPPG juga akan diwajibkan memiliki sertifikasi halal. Proses sertifikasi ini nantinya akan diperkuat dengan pengakuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Kementerian Kesehatan dan BPOM dan BGN nanti akan bekerja sama untuk melakukan sertifikasi. Ini proses standarisasi awal minimalnya seperti apa. Kita juga sudah membahas bagaimana ada akselerasi dari sisi masing-masing penerbit sertifikasi agar prosesnya bisa cepat, kualitasnya baik, dan tidak ada biaya izin yang mahal-mahal,” tambahnya. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

11 + 4 =