Suara Bersama

Macron Umumkan Prancis Akui Palestina, Komitmen Galang Dukungan Jelang Konferensi

Jakarta, Suarabersama.com – Pengumuman Presiden Emmanuel Macron bahwa Prancis akan menjadi negara Barat pertama di Dewan Keamanan PBB yang mengakui negara Palestina pada bulan September mendatang memicu reaksi diplomatik dari Timur Tengah hingga Washington dan ibu kota Eropa.

Keputusan ini bukanlah langkah yang tiba-tiba muncul. Saat Macron mengunjungi kota Arish di Mesir—berdekatan dengan Gaza—pada April lalu, ia menyaksikan langsung kondisi kemanusiaan yang memburuk drastis. Sekembalinya ke Paris, ia menegaskan bahwa Prancis akan segera mengambil langkah penting: pengakuan atas kenegaraan Palestina.

Macron kemudian bekerja sama dengan Arab Saudi menyusun strategi agar pengakuan itu didukung negara-negara G7 lainnya, termasuk Inggris dan Kanada. Rencana ini juga mencakup penyelenggaraan konferensi PBB yang mendorong negara-negara Arab bersikap lebih akomodatif terhadap Israel.

Namun, menurut tiga diplomat, negosiasi selama berminggu-minggu gagal meyakinkan negara lain untuk bergabung. Inggris enggan mengambil risiko hubungan dengan Amerika Serikat, dan Kanada pun memilih langkah serupa. Akhirnya, Macron memutuskan bertindak sendiri.

“Semakin terlihat jelas bahwa kami tidak bisa menunggu negara lain untuk ikut serta,” kata seorang diplomat Prancis seperti dikutip The Korea Herald, Senin (28/7).

Prancis tetap berkomitmen menggalang dukungan luas menjelang konferensi dua negara pada September nanti.

Di dalam negeri, tekanan politik juga meningkat. Publik Prancis terpukul oleh tayangan-tayangan menyedihkan dari Gaza, namun Macron juga harus menavigasi kompleksitas internal: Prancis merupakan rumah bagi komunitas Muslim dan Yahudi terbesar di Eropa. Dalam iklim politik yang terbelah, langkah apa pun bisa mengundang kecaman dari salah satu pihak.

Pengakuan dan Ketegangan Internasional

Israel dan Amerika Serikat mengecam keputusan Prancis. Mereka menyebut pengakuan tersebut sebagai “hadiah” bagi Hamas, kelompok yang menguasai Gaza dan melakukan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

Macron sebelumnya telah membahas pengakuan ini dengan Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Trump mengatakan pada Jumat lalu bahwa pengakuan Prancis “tidak memiliki bobot apa pun,” meski menambahkan bahwa Macron adalah “pria yang baik.”

Awalnya, Prancis ingin mengumumkan pengakuan ini dalam konferensi gabungan bersama Arab Saudi di PBB pada bulan Juni, yang akan mengajukan peta jalan menuju kenegaraan Palestina sekaligus menjamin keamanan Israel. Namun, tekanan dari AS dan serangan Israel ke Iran membuat konferensi itu ditunda.

Kini, pengumuman Macron pada Kamis lalu dihubungkan dengan versi terbaru dari konferensi tersebut, yang dijadwalkan ulang menjadi pertemuan tingkat menteri pada awal pekan ini. Paris juga merencanakan pertemuan puncak pada Sidang Umum PBB bulan September, tempat Macron akan secara resmi menyampaikan pengakuan kenegaraan Palestina.

Beberapa analis melihat Macron menggunakan pengakuan ini sebagai pendorong agar Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas—rival moderat Hamas—dan pihak-pihak regional lainnya melakukan konsesi.

“Macron di sini bertindak sebagai katalis untuk mendorong Palestina melakukan reformasi, negara-negara Arab menyediakan pasukan stabilisasi, dan pelucutan senjata Hamas,” jelas Rym Momtaz dari Carnegie Europe.

Simbolisme dan Realita Politik

Namun, tidak sedikit pihak yang memandang bahwa langkah ini meski kuat secara simbolis, belum tentu berdampak secara praktis.

“Pengakuan dari negara besar seperti Prancis menunjukkan kekecewaan yang terus meningkat terhadap kebijakan keras kepala Israel,” ujar Amjad Iraqi, analis di International Crisis Group.

“Tapi apa gunanya mengakui sebuah negara jika tak ada upaya nyata untuk mencegahnya hancur?” tambahnya.

Selama berbulan-bulan, Israel diketahui melakukan lobi intensif untuk menggagalkan langkah ini—termasuk ancaman pengurangan kerja sama intelijen dan upaya menggagalkan inisiatif diplomatik Paris. Bahkan, ada sinyal kemungkinan aneksasi wilayah Tepi Barat.

Namun, menurut pejabat Prancis, pemerintah Netanyahu tampaknya akan tetap melangkah sesuai kepentingannya di Tepi Barat, terlepas dari posisi Paris mengenai pengakuan kenegaraan Palestina.

Pemerintah Israel bahkan telah mengesahkan deklarasi tidak mengikat pada Rabu lalu yang mendesak penerapan hukum Israel di Tepi Barat—sebuah langkah yang banyak dipandang sebagai pencaplokan secara de facto.

“Jika ada momen dalam sejarah untuk mengakui negara Palestina, meski hanya bersifat simbolik, saya kira saat itu telah tiba,” kata seorang pejabat senior Prancis.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × five =