Jakarta, Suarabersama.com – Dugaan teror terhadap mahasiswa Papua di Surabaya belum dilaporkan secara resmi ke pihak kepolisian. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil atas dasar kesepakatan bersama dengan mahasiswa Papua dan sejumlah elemen masyarakat sipil.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye LBH Surabaya, M. Ramli Himawan, dalam konferensi pers pada Selasa (1/7/2025). “Karena ini bukan soal kepentingan pribadi, tapi kelembagaan dan masyarakat sipil. Jadi, kami harus sepakat dulu secara kolektif,” ujar Ramli.
Teror Biawak dan Banner Provokatif
Sebelumnya, mahasiswa Papua di Surabaya melaporkan menerima kiriman paket berisi biawak hidup serta belasan banner provokatif yang dipasang di sekitar asrama dan kontrakan mereka. Teror tersebut terjadi antara 19 hingga 23 Juni 2024.
Selain itu, beberapa mahasiswa juga menerima pesan singkat dari nomor tak dikenal yang berisi ancaman dan intimidasi.
Namun hingga kini, belum ada laporan resmi yang diajukan ke aparat kepolisian. Ramli menjelaskan bahwa pelaporan tanpa koordinasi dan persetujuan bersama bisa berisiko menimbulkan ancaman lanjutan terhadap korban maupun pendamping. “Kami siap memberikan pendampingan hukum, tentu dengan langkah-langkah yang benar secara hukum dan aman secara sosial,” tegasnya.
Tuntutan Pengungkapan Kasus
Meski belum melapor, Perwakilan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya, Yogie, meminta Polda Jawa Timur untuk mengungkap pelaku di balik dugaan teror tersebut.
“Kami minta Pemerintah Kota Surabaya dan Gubernur Jawa Timur mendesak Kapolda Jatim agar segera menindak pelaku teror terhadap mahasiswa Papua,” tegas Yogie.
Saat ini, situasi di sejumlah asrama mahasiswa Papua masih dalam pemantauan internal. LBH Surabaya menegaskan bahwa mereka tetap siap mengawal secara hukum, sembari menunggu keputusan kolektif untuk langkah hukum selanjutnya.
(HP)