Suara Bersama

Krisis BBM di SPBU Swasta, Pemerintah Lakukan Kajian Mendalam

Jakarta – Krisis pasokan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta seperti Shell dan BP-AKR dalam beberapa hari terakhir memicu kekhawatiran publik. Antrean kendaraan mengular di banyak lokasi, dan beberapa SPBU bahkan terpaksa menghentikan layanan karena kehabisan stok.

Kondisi ini menimbulkan keresahan, terutama di kalangan konsumen loyal SPBU swasta yang terbiasa mengandalkan pelayanan dan kualitas BBM mereka.

Menanggapi isu tersebut, pemerintah akhirnya buka suara melalui Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Kepala KSP Muhammad Qodari memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan akan segera melakukan analisis menyeluruh atas penyebab kelangkaan BBM yang terjadi di sektor SPBU swasta.

“Mohon waktu, karena ini masih transisi, dan isu ini relatif baru muncul di media. Kita mau kaji, mudah-mudahan hasil kajian dari KSP bisa menjadi masukan, bahkan pembanding, untuk kementerian terkait,” ujar Qodari usai menghadiri serah terima jabatan di kantornya, Kamis (18/9/2025).

Lebih lanjut, Qodari menyampaikan bahwa persoalan ini tidak bisa dipandang secara sederhana karena melibatkan banyak pihak, baik dari sektor swasta maupun pemerintah. Ia menggambarkan situasi ini sebagai sesuatu yang memiliki potensi “blind spot” dalam tata kelola distribusi energi.

“Kadang ada implikasi-implikasi tertentu yang tidak diinginkan. Kalau diibaratkan, seperti blind spot saat mengemudi. Nah, ke depan kita ingin membangun mekanisme agar blind spot itu bisa teridentifikasi sejak awal sehingga tidak menimbulkan pro-kontra atau kerugian di kemudian hari,” jelasnya.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa pemerintah sedang berupaya membentuk mekanisme distribusi BBM yang lebih adil dan berimbang antara SPBU milik swasta maupun milik BUMN, tanpa menciptakan polemik di masyarakat.

Pemerintah: Kuota BBM 2025 Sudah Dinaikkan

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah telah menaikkan kuota impor BBM untuk tahun 2025 secara signifikan, yakni sebesar 10% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Contoh perusahaan A, di 2024 dapat 1 juta kiloliter. Di 2025, mereka dapat 1 juta plus 10% atau 1,1 juta kiloliter. Jadi semuanya dapat tambahan, tidak ada yang dipotong,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (17/9/2025).

Menurutnya, langkah ini seharusnya cukup untuk mencegah terjadinya kekosongan pasokan BBM. Namun, apabila SPBU swasta masih mengalami kendala distribusi, Bahlil menyarankan mereka menjalin kerja sama dengan PT Pertamina (Persero).
“Kalau habis, silakan berkolaborasi dengan Pertamina. Kita tidak bisa sepenuhnya menyerahkan urusan BBM, yang menyangkut hajat hidup orang banyak, hanya pada mekanisme pasar. Negara harus hadir,” tegasnya.

Sinergi Swasta dan BUMN Jadi Solusi

Pernyataan dari KSP dan Kementerian ESDM menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendorong sinergi antara pelaku usaha swasta dan BUMN, khususnya Pertamina, dalam menjaga stabilitas pasokan energi nasional.

Model kolaborasi ini dinilai penting agar seluruh lapisan masyarakat tetap bisa mengakses BBM secara merata, tanpa ada perbedaan layanan antara SPBU milik negara maupun swasta.

Fenomena kelangkaan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa sektor energi merupakan komponen strategis yang tidak dapat sepenuhnya bergantung pada mekanisme pasar. Diperlukan campur tangan negara melalui regulasi, pengawasan, dan kerja sama yang kuat agar tidak terjadi kekosongan pasokan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 − 2 =