Jakarta, Suarabersama – Kejaksaan Agung resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Kasus ini menyeret petinggi perusahaan tekstil ternama hingga pejabat perbankan daerah.
Ketiga tersangka tersebut adalah:
Iwan Setiawan Lukminto, Direktur Utama Sritex periode 2018–2023.
Zainuddin Mappa, mantan Direktur Utama Bank DKI tahun 2020.
Dicky Syahbandinata, mantan Kepala Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi cukup bukti adanya penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit kepada Sritex.
“Dana kredit seharusnya digunakan untuk modal kerja, namun ternyata dipakai membayar utang dan membeli aset tanah. Ini jelas melenceng dari tujuan awal,” ungkap Qohar dalam konferensi pers, Rabu (21/5/2025).
Ketiga tersangka kini ditahan di Rutan Salemba untuk masa penahanan awal selama 20 hari ke depan.
Kerugian Negara Capai Rp692 Miliar
Menurut Qohar, Sritex memperoleh kredit dari:
Bank BJB sebesar Rp543 miliar,
Bank DKI sebesar Rp149 miliar.
Namun, seluruh fasilitas tersebut disalahgunakan, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp692 miliar. Dana itu diduga tidak pernah digunakan untuk kebutuhan produktif perusahaan, melainkan untuk membayar utang lama dan membeli tanah.
Keganjilan Laporan Keuangan Jadi Titik Awal
Kasus ini bermula saat Kejagung menemukan keanehan dalam laporan keuangan Sritex. Pada 2020, perusahaan masih mencatat keuntungan Rp1,24 triliun, namun setahun kemudian, tiba-tiba mencatat kerugian drastis hingga Rp15,6 triliun.
Penyidik kemudian menelusuri utang perusahaan yang belum dibayar hingga Oktober 2024, yang nilainya mencapai Rp3,58 triliun. Kredit tersebut berasal dari berbagai sumber, termasuk:
Bank Jateng: Rp395 miliar
Bank BJB: Rp543 miliar
Bank DKI: Rp149 miliar
Sindikasi bank BUMN (BNI, BRI, dan LPEI): Rp2,5 triliun
Sritex juga disebut menerima kredit dari 20 bank swasta lainnya.
Prosedur Kredit Dilanggar
Penyidik menyebut bahwa kredit diberikan meski Sritex tidak memenuhi syarat kelayakan. Perusahaan hanya memiliki rating BB-, kategori dengan risiko gagal bayar tinggi. Sementara kredit tanpa jaminan seharusnya hanya diberikan kepada debitur dengan rating A.
“Analisis kredit yang tidak memadai dan penyimpangan prosedur menjadi celah utama terjadinya korupsi ini,” tutup Qohar.



