Suara Bersama

Koperasi Desa Merah Putih Resmi Diluncurkan, DPR Minta Regulasi dan Pengawasan Ketat

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, memberikan apresiasi atas peluncuran 80.081 Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025). Menurutnya, inisiatif tersebut merupakan langkah strategis dalam memperkuat perekonomian berbasis kerakyatan di tingkat desa. Namun demikian, Misbakhun menggarisbawahi bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada tata kelola pendanaan, peraturan yang solid, serta sistem mitigasi untuk mencegah kebocoran dana.

“Kami di Komisi XI mendukung penuh inisiatif Presiden Prabowo yang menunjukkan keberpihakan pada ekonomi desa. Namun, dengan skala sebesar 80.081 koperasi yang melibatkan dana publik besar, pemerintah harus memastikan program ini berjalan dengan tata kelola yang baik,”
— ujar Misbakhun dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Ia juga menegaskan pentingnya desain pendanaan yang berkelanjutan. Berdasarkan Inpres No. 9 Tahun 2025, sumber pembiayaan awal berasal dari APBN, APBD, Dana Desa, dan sumber sah lainnya. Misbakhun menyarankan agar pembiayaan berikutnya disinergikan dengan LPDB, KUR khusus koperasi, serta dukungan dari BUMN dan sektor swasta melalui skema TJSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan).

“Koperasi ini harus didukung ekosistem finansial yang memungkinkan mereka tumbuh mandiri, bukan hanya hidup sesaat karena suntikan modal awal,” tambahnya.

Ia menyebut bahwa masing-masing koperasi dapat memperoleh plafon pinjaman hingga Rp3 miliar dengan tenor enam tahun dan bunga tahunan sekitar enam persen.

“Dana ini bukan hibah, melainkan kredit dari perbankan yang harus dikembalikan, sehingga koperasi wajib menyiapkan proposal usaha yang solid dan mekanisme pengelolaan keuangan yang transparan,” ujar Misbakhun.

Selain aspek pendanaan, ia mendorong adanya regulasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau Perpres yang khusus mengatur KDMP. Aturan tersebut harus mencakup standar operasional, sistem bisnis, pelaporan keuangan yang transparan, serta kompetensi minimum bagi sumber daya manusia koperasi.

Ia juga menekankan pentingnya sinergi dengan BUMDes agar program tidak tumpang tindih, melainkan saling melengkapi. Ia memperingatkan risiko serius seperti salah sasaran alokasi dana dan pembentukan koperasi fiktif karena skala program yang besar. Karena itu, ia menyarankan penggunaan sistem pengawasan digital terintegrasi guna memantau transaksi secara real-time.

Misbakhun juga menyerukan pentingnya pelatihan dan pendampingan koperasi yang memadai. Ia meminta OJK mengambil peran dalam mendampingi koperasi, terutama dalam manajemen risiko dan audit internal.

“Pengawasan ini harus melibatkan aparat pengawas internal pemerintah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk audit eksternal, serta kerja sama proaktif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk pencegahan dan penindakan. Selain itu, partisipasi masyarakat desa dan media lokal juga perlu didorong untuk mengawasi jalannya koperasi,” terang dia.

Jika diawasi dan dikelola dengan seksama, Misbakhun yakin program koperasi ini bisa menjadi tulang punggung perekonomian desa sekaligus memperkuat kesejahteraan rakyat.

“Kebocoran dana, sekecil apa pun, adalah pengkhianatan terhadap rakyat. Sistem pencegahan dan penindakan harus dibangun sekuat mungkin sejak awal,” tutur Misbakhun.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × 4 =