suarabersama.com Jakarta – Kebijakan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung yang membatalkan kelulusan sejumlah alumninya dan menarik kembali ijazah memicu gelombang penolakan dari sebagian alumni. Mereka berharap keputusan ini dicabut oleh pihak kampus.
“Saya ingin ijazah kami tetap aman dan tidak ditarik. Kami adalah korban, bukan pelaku,” ujar Maman (nama samaran), salah satu alumnus Stikom Bandung, saat ditemui pada Kamis, 16 Januari 2025.
Maman, bersama rekannya yang juga anonim, Dudung, mengungkapkan bahwa masalah ini terkait ketidaksesuaian nilai antara data di kampus dan Direktorat Pendidikan Tinggi. Mereka menilai, persoalan tersebut seharusnya dapat diselesaikan tanpa mencabut ijazah para lulusan.
“Kalau ijazah ditarik, kami akan tuntut kampus untuk mengganti kerugian materiil dan immateriil. Jika tidak bisa, luluskan kami dengan cara apa pun,” kata Maman.
Solusi Kuliah Ulang Dinilai Tidak Memadai
Pihak Stikom Bandung menawarkan solusi berupa kuliah ulang bagi alumni yang ijazahnya dibatalkan. Namun, para alumni merasa opsi ini justru merugikan mereka. Selain memperpanjang masa studi, beberapa dari mereka juga berisiko melewati batas waktu minimum kuliah.
“Kami minta, jika memang harus kuliah lagi, Stikom Bandung harus menanggung seluruh biaya perkuliahan hingga lulus,” tegas Maman.
Beberapa alumni lainnya juga mempertanyakan rencana penggantian ijazah baru. Menurut salah satu alumnus berinisial B, keputusan tersebut masih menunggu persetujuan dari kementerian hingga akhir Januari 2025.
“Ijazah saya masih di kampus karena kewajiban revisi skripsi pasca-wisuda belum selesai,” kata B pada Jumat, 10 Januari 2025.
Polemik yang Berawal dari Temuan Evaluasi Kinerja
Kebijakan pembatalan kelulusan ini dimulai sejak Ketua Stikom Bandung, Dedy Djamaluddin Malik, mengeluarkan surat keputusan pada 17 Desember 2024. Langkah tersebut diambil setelah tim evaluasi dari Kementerian Pendidikan menemukan sejumlah masalah akademik dan administratif di kampus tersebut.
Permasalahan yang ditemukan meliputi ketidaksesuaian nilai dan jumlah SKS di Sistem Informasi Akademik (Siakad) kampus dengan data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti). Selain itu, belum adanya Penomoran Ijazah Nasional (PIN) dan pengabaian tes plagiasi atas skripsi mahasiswa turut menjadi sorotan.
Dedy menyebutkan, ada oknum operator data yang lalai dalam tugasnya, termasuk dugaan praktik jual beli nilai. “Hal ini yang membuat ijazah harus dibatalkan,” jelasnya pada Rabu, 8 Januari 2025.
Respons Alumni dan Tindakan Kampus
Dari total 233 lulusan yang terdampak, sebanyak 76 ijazah masih berada di kampus karena revisi skripsi belum selesai. Sebanyak 19 alumni lainnya, termasuk ASN, telah mengembalikan ijazah mereka.
Namun, sebagian besar alumni enggan menyerahkan ijazah karena percaya bahwa ijazah hanya diterbitkan satu kali dan tidak bisa diganti. “Ini soal persepsi. Namun, perguruan tinggi yang diakreditasi memiliki hak untuk menerbitkan ijazah baru,” kata Dedy.
Stikom Bandung saat ini sedang berkonsultasi dengan tim evaluasi pemerintah terkait kelanjutan proses ini, terutama untuk alumni yang terlambat mengembalikan ijazah.