Jakarta, Suarabersama.com – Sebanyak 25 negara mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak diakhirinya konflik di Jalur Gaza, sekaligus mengkritik pemerintah Israel atas hambatan yang mereka buat terhadap akses bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
“Kami, para penandatangan di bawah ini, bersatu dalam satu pesan sederhana dan mendesak: perang di Gaza harus diakhiri sekarang,” demikian pembukaan dalam pernyataan tersebut.
“Penderitaan warga sipil Gaza telah mencapai titik nadir. Model distribusi bantuan yang diterapkan pemerintah Israel berbahaya, menciptakan ketidakstabilan, dan merampas martabat kemanusiaan warga Gaza,” lanjutnya, seperti dilansir dari ABC News pada Selasa, 22 Juli 2025.
Pernyataan tersebut juga menyatakan bahwa penolakan Israel dalam mengizinkan bantuan vital masuk ke Gaza tidak dapat diterima dan merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
Di sisi lain, pihak Israel tetap menyatakan mereka telah membuka akses bantuan secara memadai. Namun, klaim ini ditentang oleh organisasi-organisasi kemanusiaan internasional serta PBB, yang menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya krisis kelaparan dan kekurangan gizi di Gaza.
Pernyataan ini ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri dari Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris.
Pernyataan bersama tersebut muncul pasca-insiden pada hari Minggu, di mana setidaknya 81 warga Palestina tewas dan lebih dari 150 luka-luka saat mencoba mengakses bantuan makanan di perbatasan Zikim, menurut laporan Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas.
Pihak militer Israel mengklaim bahwa tentaranya melepaskan tembakan “untuk menghilangkan ancaman langsung,” meski belum memberikan rincian lebih lanjut. Proses investigasi masih berlangsung, dan pihak IDF menyebut jumlah korban yang dilaporkan “tidak sesuai” dengan informasi awal yang mereka miliki.
Reaksi dari Israel
Merespons pernyataan tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Oren Marmorstein, menegaskan bahwa pemerintah Israel “menolak” isi pernyataan itu karena dianggap tidak sesuai kenyataan dan mengirimkan pesan yang salah kepada Hamas.
“Semua pernyataan seharusnya ditujukan kepada pihak yang benar-benar bertanggung jawab atas tidak tercapainya kesepakatan: Hamas,” ujarnya.
“Mereka memulai perang ini dan terus memperpanjangnya,” tambah Marmorstein.
Ia juga menyebut bahwa telah diajukan proposal konkret untuk gencatan senjata, tetapi ditolak oleh Hamas.
“Pernyataan ini gagal menekan Hamas dan mengabaikan peran serta tanggung jawab mereka atas situasi ini,” tambahnya. “Di tengah negosiasi yang sedang berlangsung, sebaiknya pernyataan semacam ini dihindari.”
PBB mencatat bahwa setidaknya 875 orang tewas di Gaza saat berusaha mendapatkan bantuan pangan selama beberapa pekan terakhir.
“Mengerikan sekali bahwa lebih dari 800 warga Palestina tewas saat mencari bantuan,” bunyi lanjutan dari pernyataan bersama.
Pernyataan itu juga mengecam Hamas karena belum membebaskan para sandera dari Israel yang masih ditahan sejak serangan 7 Oktober 2023.
“Para sandera yang ditawan oleh Hamas sejak 7 Oktober 2023 terus menderita. Kami mengutuk penahanan mereka yang berkelanjutan dan menyerukan pembebasan mereka segera dan tanpa syarat,” kata pernyataan itu.
“Gencatan senjata yang dinegosiasikan menawarkan harapan terbaik untuk memulangkan mereka dan mengakhiri penderitaan keluarga mereka,” tambah para menteri luar negeri dalam pernyataan tersebut.



