Jakarta, Suarabersama.com – Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani dugaan penyelewengan tata kelola haji terus menjadi sorotan publik. Kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji tahun 2023–2024 yang kini telah naik ke tahap penyidikan, menjadi perhatian khusus. Dalam perkembangannya, KPK telah mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga pihak yang diperiksa dan melakukan sejumlah penggeledahan. Namun demikian, sampai saat ini belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan.
KH Dimyati Muhammad, cicit ulama karismatik Syaikhona Kholil Bangkalan yang akrab disapa Lora Dimyathi, mengaku heran dengan lambannya proses hukum yang dijalankan KPK.
KPK jangan kehilangan nyawa anti rasuah. Bisa berbahaya. Publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap hukum, dan pemerintahan secara umum,” ujarnya, Senin (18/8/2025).
“Sekretaris PCNU Bangkalan tersebut berharap agar KPK dapat menjalankan penyidikan secara terbuka, adil, dan komprehensif agar peran setiap pihak yang terlibat bisa dipetakan secara jelas. Ia juga memperingatkan agar tidak terjadi kaburnya arah penyidikan akibat intervensi atau kompromi politik.
“KPK tidak boleh rabun dalam melihat dan memeriksa kasus. Itu sudah jelas, kok. Niat jahatnya kan terlihat dari KMA (Keputusan Menteri Agama) tentang tambahan kuota haji, 20.000. Itu kan keputusan menteri yang tanggung jawabnya jelas, dibanding peraturan menteri,” ucapnya.
“Terlepas dari bagaimana keputusan itu dibuat, siapa terlibat dan mendapat keuntungan dari keputusan itu? Semua itu dilakukan dengan memanipulasi ketentuan dan perundangan yang tidak patut. Kesengajaan melanggarnya kan jelas,” lanjutnya.
Ra Dim juga mengungkapkan bahwa perilaku koruptor di Indonesia sering kali mengikuti pola tertentu, seperti mengaburkan jejak, menghilangkan alat bukti, melarikan diri, hingga melakukan manuver politik dan hukum.
“Terlebih dulu, KPK harus segera menetapkan tersangka. Jangan sampai lambatnya penetapan tersangka, justru digunakan untuk lobi-lobi melokalisir bukti dan pelaku dibatasi. Apalagi melobi terbitnya amnesti dan abolisi. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi,” tegasnya.
Menanggapi kemungkinan keterlibatan tokoh tertentu dari PBNU dalam perkara ini, Lora Dimyathi menegaskan bahwa proses hukum harus tetap berjalan.
“Yang menjaga kemuliaan NU itu warga NU sendiri di lingkungan masing-masing. Mereka orang mulia dengan kesederhanaannya. Yang merusak NU, ya, elit pengurusnya atas nama jabatan dan kekuasaan,”katanya meyakinkan.
“Disamping berpegang pada nilai-nilai agama dan kebangsaan, NU melalui Muktamar 33 di Jombang, memutuskan; Alim Ulama dan pondok pesantren wajib menjadi teladan dan penjaga moral melalui pendekatan nilai-nilai dan perilaku anti korupsi,”ungkapnya, sambil menyitir hasil Muktamar NU tahun 2015.
Lora Dimyathi juga mengingatkan Nahdliyyin untuk meneladani sikap tegas Syaikhona Kholil dalam menghadapi kekuasaan yang korup, sebagaimana ia tunjukkan kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda.
“Syaikhona Kholil mengekspresikan sikap tidak sukanya di atas amplop pemerintah Hindia Belanda dengan tulisan ‘Allahumma Inna Hadza Lishshun Saariqun, Fa Aqtho’ Yadahu wa Rijlahu’,”ujarnya.
“Terhadap koruptor harus tegas. Tegakkan hukum, hingga lemahkan pengaruhnya, kemampuan dan kekuasaannya, agar tidak berbuat dan mengulanginya secara semena-mena. Jangan ditoleransi dan diintervensi, apalagi dianggap baik oleh pengikutnya,”kata Ra Dim.
Ia menilai bahwa praktik korupsi dalam pengelolaan ibadah haji bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga kejahatan moral dan kemanusiaan.
“Penyelewengan haji demi keuntungan pribadi dan kelompok dengan cara KKN, disamping tindak pidana luar biasa yang mencederai agama, juga menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan. Jutaan manusia menjadi korban secara berantai. Harus segera dituntaskan,”pungkasnya.



